Ini pengalaman saya ketika mengikuti ujian substansi yang diadakan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) selama dua hari, dari tanggal 18-19 Mei 2016 (Ujian Substansi Periode II adalah 18-20 Mei 2016, ada yang dapat satu hari ada yang dua hari) di Politeknik Keuangan negara (PKN) STAN, Jl Bintaro Sektor V.
Dengan bantuan saudara Josh Rumahorbo yang super baik itu, akhirnya
malam hari sebelum ujian dimulai paginya, saya dapat kabar kalau dia punya
teman di sekitar STAN yang bisa memberikan tumpangan untuk saya yakni John
Buaton (bagi yang baru dengar marga Buaton seperti saya, menurut keterangan
dari John Buaton itu sama dengan Nainggolan, ternyata masih banyak marga-marga
Batak yang belum kuketahui, fiuh!). Maka jam 23.00 saya berangkat dari Menteng
menuju STAN dibonceng oleh si abang ojek yang bergabung dengan Grabbike. Saya
pikir daripada harus pulang balik naik kereta dari Gondangdia ke Pondok Ranji,
yang memakan waktu hampir 2 jam dan harus memaksa saya berangkat dari jam 5
pagi, mending menginap di kamar kos-nya John. Mauliate godang da John, thanks for your hospitality, you are very
kind, salute! Lanjut ke ujian lagi ya pemirsa!
Ujian substansi terdiri dari empat bagian,
verifikasi data, wawancara Leadership
Group Discussion (LGD), dan essay on the spot (kita singkat dengan essay dari sekarang). Pada saat verifikasi data, peserta harus membawa semua data-data
asli (seperti Ijazah, KTP, Sertifikat dan lain-lain) bukan fotocopy atau
legalisir yang sudah di-upload pada
saat pendaftaran online. Setelah
memperoleh tanda verified (dengan
stempel panitia) kemudian akan mengikuti wawancara atau essay atau LDG, tergantung jadwal yang sudah dibagikan melalui
e-mail masing-masing peserta. Namun pada beberapa kasus, ada yang mendapat
jadwal essay (biasanya setelah essay langsung dilanjut dengan LDG) terlebih
dahulu, maka harus mengikuti essay terlebih
dahulu tanpa mengikuti verifikasi data, boleh setelah essay dan LGD selesai dengan melapor ke panitia bahwa belum
melakukan verifikasi data.
Baca juga: Kontribusiku bagi Indonesia
Baca juga: Kontribusiku bagi Indonesia
Setiap hari harus presensi dengan meng-scan barcode
yang ada di Kartu Peserta yang sudah dicetak oleh masing-masing peserta secara
mandiri, kalau tidak presensi setiap hari maka dianggap tidak hadir.
Kembali ke proses ujian, setelah verifikasi data,
saya kembali ke antrian menunggu giliran wawancara, menunggu gilirian wawancara
saya coba membaca lagi essay yang
sudah saya kirim. Akhirnya yang nama saya dipanggil untuk masuk ruang
wawancara, di gedung yang luas ada banyak reviewers
satau peserta menghadap sekaligus tiga orang reviewers, saya sapa mereka yang ada di kelompok 22, terdiri dari
dua orang wanita dan satu laki-laki, setelah salaman saya dipersilahkan untuk
duduk di kursi yang telah disediakan.
Setelah meminta kesediaan saya untuk merekam semua
pembicaraan kami, pertanyaan pertama langsung dilontarkan, “Apa yang sudah kamu
lakukan selama ini?” maka saya menjawab apa-apa saya yang sudah pernah saya
lakuan mulai saya aktif di OSIS SMK Swasta Assisi sampai saya boleh menjadi
salah satu Pengurus Pusat PMKRI di Jakarta, pertanyaan kedua oleh psikolog,
“Apa tantangan terberat yang pernah kamu alami selama ini dan bagaimana kamu
menghadapinya?” pertanyaan itu saya jawab dengan enteng dan tanpa beban.
Pertanyaan ketiga dan keempat adalah pertanyaan yang saya kira menjadi
pertimbangan mereka untuk meloloskan atau tidak meloloskan saya (ini hanya
asusmsi saya loh, belum tentu benar) “Why did you get only 507 in TOEFL we
expect you get 600 or more because you graduate from English Departement?”
tanpa berfikir panjang saya jawab saja bahwa memang jurusan Bahasa Inggris di
USI (di mana saya kuliah S-1 dulu) sangat lemah, selain dosen, kultur antara mahasiswa
yang tidak pernah menggunakan bahasa Inggris sehari-hari membuat lulusan USI
selalu kelabakan jika dihadapkan dengan TOEFL atau ujian kompetensi bahasa lain
yang sejenisnya. Selanjutnya, “Mengapa kamu pilih UNJ daripada UI?” dan jawaban
saya (mungkin terlalu jujur) adalah persyaratan masuk UNJ lebih mudah daripada
masuk UI. Akhirnya (eng i eng…) pertanyaan pamungkas dilontarkan, “Kapan
kawin?” sebelum menjawab saya sempat tertawa sambil berfikir jawaban apa
kira-kira yang pas, maka setelah berfikir saya jawab (dengan jujur lagi), dulu
target saya umur 30 tahun, tapi sepertinya akan mundur lagi ke 35. Akhirnya,
nasihat terakhir diberikan oleh psikolog, bawha saya harus memikirkan
perkawinan saya, jangan sampai anak masih kecil saya sudah pension, dan saya
akhiri dengan berterimakasih dengan semua advice
yang mereka berikan, setelah salaman saya pamit keluar dari gedung
wawancara.
Untuk ujian hari pertama sudah selesai, kini sambil
menunggu matahari terbit lagi, kupersiapkan diriku untuk membaca berita-berita
nasional yang sedang jadi trending topic
dibicarakan di masyarakat. Sembari menulis poin-poin penting yang ada di
berita, saya berusaha memasukkan berita itu satu persatu ke otak saya. Sebelum
tidur, saya pasang alarm di HP
seperti hari sebelumnya, takut terlambat bangun.
Hari kedua, sama dengan hari sebelumnya, John sambil
berjalan menuju kampusnya berjalan bersama dengan saya ke Student Center (SC) tempat di mana ujian dilangsungkan dan akhirnya
berpisah di SC karna kampusnya masih ada di bawah SC.
Setelah presensi untuk hari kedua, saya ambli snack yang disediakan oleh panitia dan
mengisi perut yang kosong ini dengan 3 jenis roti sekaligus dan menyisahkan 1
di tas (mak detailnya, iya kalau urusan makan harus detail memang). Sambil
menunggu giliran essay saya ngobrol dengan beberapa peserta yang
ketepatan menunggu giliran wawancara. Dan akhirnya waktu essay itu pun tiba, kami memasuki ruangan essay dan mengambil kursi sesuai kelompok. Kelompok A dan C adalah
peserta yang mengambil tujuan universitas di Luar Negeri (LN) dan kelompok B
dan D adalah peserta yang mengambil tujuan universitas di Dalam Negeri (DN).
Maka duduklah hamba di kelompok D.
Ada dua tema yang diberikan kepada tiap peserta dan
disuruh memilih salah satu topik dan menuliskan argumentasi pribadi sesuai
dengan topik yang dipilih, lembar jawaban disediakan oleh panitia sedangkan
pulpen dan papan berjalan dibawa sendiri oleh peserta. Tidak boleh menggunakan
pensil, maka sebisa mungkin hindari
coret-coretan dan pemakaian correction
pen. Waktu menulis essay adalah
30 menit, maka memang harus bisa menggunakan waktu sebaik mungkin.
Sepuluh menit setelah essay, kelompok kami (11D) langsung masuk ke ruang LGD. Sebelum
masuk, waktu senggang sebelum masuk ruang LGD kami pergunakan untuk diskusi di
luar mengenai mekanisme diskusi kami di dalam, kami memilih moderator dan
notulis dan menyepakati waktu maksimal yang boleh tiap-tiap peserta pergunakan
untuk berbicara, karena kami ada 11 orang maka kami sepakati hanya menggunakan
2 menit saja, 2x11 ada 22 menit maka sisa 18 menit kami gunakan untuk diskusi
lebih lanjut manakala ada pro kontra dari ide yang disampaikan oleh teman yang
lain hingga notulis menyimpulkan hasil perdiskusian kami, sebelum waktu
benar-benar habis, kami menyudahi perdiskusian kami. Setelah selesai, kami
salam dua mentor yang memonitor kami selama melakukan perdiskusian.
Di luar ruangan, kami saling tukar nomor HP dan
ambil foto bersama, semoga jumpa di PK di hari selanjutnya. Semoga!
Akhirnya kami berpisah dan kembali ke rutinitas kami
sehari-hari. Semoga tulisan pengalaman ini boleh memberikan gambaran sedikit
kepada para pelamar beasiswa LPDP selanjutnya agar tidak terlalu tegang seperti
saya yang baru pertama kali mengalami hal ini, dan semoga ini bukan yang
terakhir tapi ada lagi setelah saya lulus S-2 dan hendak mengambil S-3 di luar
negeri, semoga, amin!
Setelah pamit ke John, selaku pemberi tumpangan yang
baik hati itu, kami (aku, Robert dan Anita) berjalan ke kolam STAN yang
terkenal itu dan mengambil beberapa gambar. Akhirnya kunaiki angkot bernomor 44
itu dengan modal Rp 4.000,- menuju
stasiun Pondok Ranji, selanjutnya dengan modal hanya Rp 2.000,- saya sampai di
Gondangdia, stasiun terdekat dari Margasiswa I, Jl. Samratulangie No. 1. Semoga
tanggal 10 Juni 2016, nama saya keluar sebagai peserta yang lulus ujian
substansi, syukur kepada Tuhan atas kesempatan yang boleh saya rasakan ini!
Terima kasih, terima kasih, terima kasih!!!
Jakarta, 20 Mei 2016
Tomson Sabungan Silalahi
KOMENTAR