Berikut ini hanya memuat siaran pers yang sedang diadakan pada hari tulisan ini dipublikasikan. UNJ oh UNJ, kini kamu sedang diguyur Cinta!
*[SIARAN PERS AKSI PARADE CINTA RAKYAT UNJ]*
*DELAPAN TUNTUTAN*
*FORUM MILITAN DAN INDEPENDEN UNJ (FMI UNJ)*
*FORUM MILITAN DAN INDEPENDEN UNJ (FMI UNJ)*
Kami yang berkumpul hari ini, 15 Juni 2017, dalam Parade Cinta Rakyat UNJ adalah bagian dari Civitas Akademika UNJ yang terdiri dari dosen, mahasiswa dan karyawan yang bersatu menginginkan perubahan dan kemajuan Universitas Negeri Jakarta. Kami bersatu dalam wadah Forum Militan dan Independen (FMI) UNJ.
Berdasarkan berbagai diskusi dan riset investigasi yang menjadi pilar aktivitas akademis, FMI UNJ menemukan setidaknya ada 8 persoalan serius di UNJ yang harus segera diubah secara radikal demi untuk memajukan UNJ. FMI UNJ menuntut hal-hal sebagai berikut:
*Pertama,* perihal temuan tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemenristekdikti yang bertugas berdasarkan Surat Nomor 1614/C5/KL/2016/ tertanggal 5 September 2016 melakukan evaluasi pada Program Pascasarjana UNJ. Kami meminta kepada Menristekdikti untuk membuat keputusan tegas terhadap Direktur Program Pascasarjana dan Rektor UNJ yang terbukti telah melakukan pelanggaran akademik dan pelanggaran hukum dengan sanksi setegas-tegasnya. Hal ini penting dilakukan segera demi marwah akademik kampus perjuangan Universitas Negeri Jakarta.
*Kedua,* perihal data Nepotisme keluarga Rektor melalui bukti-bukti diantaranya: SK Nomor: 1197/SP/2016, Surat Pernyataan Menduduki Jabatan Nomor:4389/UNJ39.2/KP/2016, SK nomor: 22398/A4/KP/2015, SK Nomor: 100258/A2.1/KP/2015, SK Nomor :4/SP/2016, dan memo rektor tanggal 12 Februari 2016, maka kami menuntut agar seluruh praktik Nepotisme tersebut diberhentikan dan ditindaklanjuti agar ke depan tidak terulang.
*Ketiga,* perihal data 13 dosen yang dipanggil polisi untuk dimintai keterangan terkait perkara pencemaran nama baik melalui media elektronik yang dilaporkan pengacara Rektor UNJ. Dalam surat panggilan polisi tersebut, tersangkanya belum jelas, dan yang dicemarkan nama baiknya pun juga belum jelas. Maka kami menuntut agar Rektor UNJ melalui kuasa hukumnya mencabut pelaporan tersebut dan mendesak aparatus Rektorat untuk tidak melakukan lagi bentuk pelarangan diskusi yang dilakukan dalam ranah akademis. Rektor harus segera menghentikan perilakunya yang otoriter dan mudah mempolisikan dosen-dosen dan mahasiswa yang kritis.
*Keempat,* perihal data temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) melalui laporan pemeriksaan Nomor 20/HP/XVI/2017 tertanggal 18 Januari 2017 yang diantaranya menyebutkan ditemukan adanya pengelolaan aset tak berwujud yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp.9,29 miliar, maka kami menuntut kepada aparat penegak hukum (KPK RI, Kejaksaan Agung, atau Kepolisian RI) untuk menindaklanjuti temuan BPK RI tersebut.
*Kelima,* berdasarkan Permenristekdikti No. 39 tahun 2016, yang menjelaskan bahwa Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sebagian Biaya Kuliah Tunggal yang ditanggung mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Sejak ditetapkan pertama kali pada tahun 2012, dalam praktiknya, UKT ternyata mengalami banyak masalah dan simpul persoalan. Dari persoalan kuota yang bermasalah, penggolongan yang tidak jelas dasarnya, serta pungutan liar yang terjadi karena UKT yang dibayarkan mahasiswa tiap semester seharusnya menjadi dana tunggal yang tidak memperbolehkan mahasiswa membayar lagi untuk segala kegiatan akademik maupun non akademik, ternyata masih ditemukan pembayaran-pembayaran di luar UKT, contohnya dana untuk Kuliah Kerja Lapangan (KKL), Study Tour ke Taman Mini, dll. Selain itu, dana yang diberikan kampus ke tiap fakultas tidak sesuai dengan kebutuhan fakultas. Ada potongan-potongan pemberian dana ke fakultas dengan dalih pembangunan.
Oleh sebab itu, kami mendesak Rektorat untuk melakukan evaluasi pengelolaan UKT di UNJ dan merekomendasikan Menristekdikti untuk mencabut sistem UKT karena terbukti telah bertentangan dengan tujuan awal diberlakukannya.
*Keenam,* terkait sarana dan prasarana yang belum memadai masih sering kami temukan di sejumlah program studi. Sebut saja misalnya ruang dan koleksi buku di perpustakaan yang jauh dari mampu untuk menopanh kegiatan akademik, rusaknya LCD, AC, ruang laboratorium yang tidak memadai untuk mendukung kegiatan penelitian, kurangnya kursi, toilet yang rusak, kurangnya fasilitas ruangan perkuliahan, sarana perpustakaan yang kurang layak, minimnya lingkungan belajar yang sehat, ruang publik yangg sangat terbatas, listrik yang kerap mati. Hal ini tidak sebanding biaya yang dikeluarkan oleh mahasiswa. Oleh karenanya kami mendesak pimpinan Universitas untuk segera memperbaiki sarana prasarana penunjang proses pembelajaran yang masih kurang tersebut. Selain itu, kami juga mendesak pimpinan Universitas untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dapat diakses oleh mahasiswa berkebutuhan khusus di seluruh fakultas.
*Ketujuh,* mendesak Menristekdikti untuk mencabut Permeristekdikti Nomor 44 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Negeri Jakarta, yang terbukti telah menyebabkan sentralisasi kekuasaan di semua lini pengelolaan UNJ yang terpusat di Rektor. Peraturan ini pula yang disinyalir sebagai alat legitimasi bagi petinggi kampus untuk bertindak represif terhadap struktur di bawahnya. Hal ini diperparah dengan pola kepemimpinan Rektor yang otoriter, karena hampir tidak ada pihak manapun yang bisa mengawasi kinerja Rektor.
Perilaku ini pun merambat ke soal kemahasiswaan. Sebagaimana diketahui bersama bahwa UNJ memiliki moto building future leaders, tetapi salah satu sarana atau tahapan untuk membangun pemimpin masa depan tersebut telah dikebiri oleh pimpinan. Hal ini terlihat pada pengelolaan MPA (Masa Pengenalan Akademik) yang biasanya dikelola mahasiswa tetapi sejak 2016 dikelola langsung oleh Wakil Rektor 3 dengan mengesampingkan dan/atau meminimalisir peran mahasiswa. Oleh karena itu kami mendesak agar Rektor mengembalikan fungsi dan tujuan MPA dengan memberikan kepercayaan kepada mahasiswa sebagai pengelola dan pelaksana.
*Kedelapan,* perihal transparansi dana perguruan tinggi seharusnya menjadi pengetahuan publik. Sejauh ini, UNJ tidak sekalipun berani untuk mensosialisasikan pengunaan anggaran. Padahal pengetahuan tentang informasi itu sudah diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Berdasarkan data yang kita temui, status UNJ sebagai Badan Layanan Umum (BLU) -perguruan tinggi yang diberikan otonomi untuk mencari dana tambahan- menerima pemasukan dana dari dua hal. Pertama dari pemerintah, APBN dan dari dana masyarakat kampus seperti UKT, dana hibah dan lain-lain. Dana terbesar dari pemasukan tersebut dipegang oleh dana masyarakat kampus. Menanggapi jalur pemasukan tersebut, saat ini UNJ berfokus pada pembangunan gedung. Artinya pemasukan yang diterima oleh UNJ sebagian besar akan digunakan untuk proyek pembangunan. Hal itu akan berpengaruh terhadap dana yang akan digunakan untuk kebutuhan mahasiswa. Belum lagi, pada 2017, dana pembangunan yang didapat dari Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi atau pemerintah sebesar 0%.
Tetapi UNJ tetap berpegang teguh meneruskan proyek pembangunan gedung IDB Dewi Sartika dan RA Kartini. IDB memaksa UNJ untuk meneruskan proyek pembangunan sebagai syarat agar IDB dapat mengeluarkan dana untuk membantu rencana pembangunan. Ketergantungan kampus terhadap IDB berhasil menyingkirkan kepentingan mahasiswa. Telebih orientasi pembangunan tersebut tidak diiringi dengan peningkatan kualitas akademik. Oleh karena itu kami mendesak UNJ memberikan dan melakukan transparansi penggunaan dana dan informasi penunjang Civitas Akademika ke rakyat UNJ.
Persoalan anggaran ini juga mendapat perhatian para pegawai atau karyawan honorer UNJ atau karyawan BLU UNJ yang jumlahnya ratusan. Mereka sampai saat ini mempertanyakan hak gaji yang masih jauh dari UMP dan bahkan mereka sejak 2016 tidak mendapat THR hanya gaji ke-13. Selain itu adanya ketidaksesuaian pemberian gaji karyawan yang harusnya sebesar 1,7 juta rupiah menjadi 1,5 juta rupiah. Karena berdasarkan perjanjian kerja antara PT FAPI (penyedia outsourscing) dan UNJ dikatakan bahwa PT Fapi harus mampu menggaji karyawannya sebesar 1,7 rupiah. Dan gaji tersebut adalah murni yang harus karyawan dapatkan karena berdasarkan perjanjian tersebut biaya bpjs bahkan pemberian THR adalah hal di luar pemberian gaji sebesar 1,7 itu.
Demikian siaran pers ini kami buat dengan sebenar-benarnya. Gerakan Forum Militan dan Independen UNJ lahir atas keresahan setiap komponen rakyat UNJ yanh dimaksudkan sebagai upaya untuk memperbaiki dan memajukan UNJ sebagai lembaga pendidikan. Gerakan kami adalah bagian dari tanggung jawab kami untuk terus memajukan UNJ dan kemaslahatan seluruh Civitas Akademika di dalamnya. Karena kami percaya pendidikan adalah kunci. Revolusi pendidikan adalah sikap yang didorong dan diupayakan FMI UNJ.
Jakarta, 15 Juni 2017
Tertanda,
*Forum Militan dan Independen*
*Universitas Negeri Jakarta*
*Forum Militan dan Independen*
*Universitas Negeri Jakarta*
*Narahubung:*
085811885373 (Burhanuddin)
081213128972 (Ubedilah)
085811885373 (Burhanuddin)
081213128972 (Ubedilah)
KOMENTAR