Oleh: BENI
CF BAME*
tanah
Papua tanah yang kaya
surga
kecil jatuh ke bumi
seluas
tanah sebanyak batu
adalah
harta harapan
tanah
Papua tanah leluhur
di
sana aku lahir
bersama
angin bersama daun
aku
dibesarkan
hitam
kulit keriting rambut
aku
Papua
biar
nanti langit terbela aku Papua
Kilas
Balik Pulau Papua
Di
Indonesia batas lempeng tektonik merupakan wilayah yang memiliki aktivitas
kegempaan yang tinggi terutama batas konvergen atau zona subduksi. Di Indonesia
bagian timur merupakan zona subduksi dikarenakan pulau ini berada di ujung
pertemuan lempeng kerak bumi, yaitu lempeng Pasifik yang menyusup di bawah
Papua dengan kecepatan pergerakan sekitar 112mm/tahun dan lempeng Indo –
Australia yang menyusup di bawah lempeng Eurasia. Daerah yang mempunyai
keaktifan seismic yang tinggi adalah daerah Papua bagian Utara dan Bagian
Tengah.
Namun
akibat tumpukan lempeng Indo – Australia
dan Pasifik di bagian Utara Papua terdapat pegunungan yang memanjang dari
Kepala Burung hingga pegunungan Cycloof di Jayapura papua dan penyusupan
lempeng Eurasia menyebabkan terjadi patahan di dasar laut sebelah Fak-fak
hingga di selatan Kaimana dan di selatan Nabire yang dinamakan Patahan Aiduna,
dengan keadan tektonik sedemikian rupa ini mengakibatkan di daerah Papua sering
terjadi aktivitas gempa bumi yang disebabkan oleh pergerakan sesar sorong yang
merupakan sesar aktif yang membentang
dari kepala burung, Maluku hingga timur pulau Sulawesi.
Konfigurasi Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi
utara Lempeng Australia, berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng
Australia yang bergerak ke utara dengan
Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Dua lempeng utama ini mempunyai
sejarah evolusi yang diidentifikasi
berkaitan erat dengan perkembangan magmatik dan pembentukan busur gunung api yang berasoisasi dengan
mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal. Pada bagian tepi utara Lempeng
Samudera Solomon juga terjadi aktivitas, membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian
dasar kerak samudera selama kurang lebih 44 – 24 Juta Tahun silam.
Paska
perkara akhir 10 juta tahun yang lalu,
mulai pergerakan lempeng Australia terus berlanjut dan pengrusakan pada
Lempeng Samudra Solomon
terus berlangsung pula akhirnya mengakibatkan
tumpukan di perbatasan
bagian utara dengan
Busur Melanesia. Busur
tersebut terdiri dari
gundukan tebal busur
kepulauan Gunung Api
dan sedimen depan
busur membentuk bagian
“Landasan Sayap Miosen”
seperti yang diekspresikan
oleh Gunung Api Mandi
di Blok Tosem dan Gunung Api
Batanta dan Blok Arfak.
Antara Hasil Alam Dan Manusia
Bertolak
dari sejarah singkat pulau Papua yang terbentuk dari tumpukan kedua lempeng
Indo-Australia dan Pasifik terus berlangsung hingga sekarang dengan membawa hamparan
emas, tembaga, nikel, besi, minyak dan gas bumi yang terpendam di perut pulau Papua, akhirnya Papua menjadi
pusat perhatian dunia nasional bahkan internasional dari hasil sumber daya alamnya.
Dari sisi admistratif dibagi menjadi dua wilayah yaitu Pemerintahan Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat, kedua Provinsi ini dibagi dalam 7 (tujuh)
wilayah adat, Domberai, Bomberai, Saireri,
Animha, Mepago, Lapago, Tabi, ketujuh wilayah adat memiliki 225 bahasa
degan karakeristik budaya yang berbeda. Oleh sebab itu, sumber daya alam
menjadi tolak ukur pembangunan sumber daya manusia, namun sangat disayangkan “Papua
yang dijuluki sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi.” Dengan beraneka ragam
wajah kekayaan alam dari perut pulau Papua
minyak dan gas bumi di Provinsi Papua
Barat, hamparan besi, tembaga, nikel, batu bara, emas, areal gunung Gresben atau PT. Freeport Indonesia di
Provinsi Papua.
Berikut,
Papua juga dihiasi oleh keindaha flora dan fauna misalnya Raja Ampat, kini terkenal dunia internasional sebagai tujuan perjalanan
waisatawan dunia. Dalam hal ini, barangkali
pemerintah berpikir output-nya tanpa
melihat nilai kemanusiaan akibatnya terjadi pelangaran HAM di tubuh masyarakat sipil Papua, tentunya terhitung sejak Papua berintegrasi ke
pangkuan ibu pertiwi hingga sekarang. Siapapun dia, ketika melihat orang
mengambil hasil kekayaan tanpa ada izin pasti ada tindakan, sama hal dengan
masyarakat sipil di tanah Papua.
Semakin
banyak hasil sumber daya alam yang diperoleh oleh kaum kapitalisme, membuat
para penguasa di pangung elit kembali melupakan masyarakat yang sedang
tertindas, terintimidasi, termarginalisasi, pencaplokan, teror, dan penuduhan
makar atas hal menyampaikan pendapt di muka umum, seperti masyarakat adat di
areal PT. Freeport Indonesia, ketika membukan
lembaran UU Nomor, 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara tidak
tercantum perlindungan Hak Masyarakat Adat. Apakah kelalaian atau kekeliruan
pemerintah pusat atas hak masyarakat adat? Hal ini bisa dikatakan negara gagal
membangun rakyatnya di belahan pelosok pulau papua.
Di
samping itu, indeks pembangunan manusia (IPM) semakin rendah bahkan jauh dari
harapan, persoalan kesehatan di suku Korowai sudah berada di ujung senja
kepunahan, negara seoalah mengabaikan hal ini. Tentu juga banyak sekali
persoalan lain yang masih terpendam dalam hati sanubari rakyat Papua. Di atas
hasil kekayaan penduduk asli Papua
semakin berkurang di alam lembah hijau, berdasarkan
data BPS tahun 2010 orang asli papua, 1.760.577 jiwa, perkiraan 20 tahun
mendatang berkisar 2.112. atau 1, 84
persen/tahun sedangkan jumlah orang asli non Papua, 1.852. 2.97 jiwa, perkiraan
20 mendatang berkisar 5.174. atau 10.82 persen/tahun. Akibatnya amanat
Undang-undang Otsus 15 persen untuk kesehatan hanya sebagai wacana.
Pemerintah Negara Kesatuan Repoblik
Indonesia (NKRI) seharusnya melihat contoh dari negara-negara yang diberi
kewenangan khusus agar membandingkan kekuasaan yang ditetapkan oleh amanat
Otsus untuk Propinsi Papua dengan pembagian kekuasaan di belahan Negara tentu
misalnya (Kerajaan Inggris Raya, Kanada, Australia, Spanyol, India, Malaysia)
yang menganut susunan pemerintahan yang otonom atau federal maka kepentingan
rakyat terakomudir secara baik.
Di samping itu struktur dasar dari
Otsus bagi Propinsi Papua diberi kewenangan legislatif dan eksekutif. Beberapa
bidang yang menjadi kewenangan kemudian dihilangkan lalu dipegang oleh Pemerintah Pusat, iabart “ular
hanya bisa melepas kepala namun ekornya ditahan oleh pusat”. Otsus tidak secara khusus membuat daftar
kekuasaan yang dapat dilaksanakan di Propinsi Papua. Cara ini menetapkan kekuasaan tertentu tetap semua sistem dan kepentingan dipegang
oleh Pemerintah Pusat. PemerintahPusat hanya menyerahkan sebagian kekuasaan
lainnya yang tidak menjamin hak hidup masyarakat asli Papua kepada pemerintah daerah
provinsi Papua, daerah otonom biasa dijumpai di negara lain yang memiliki
sistem pemerintahan otonomi. Sistem ini mungkin lebih jelas dan lebih mudah
dipahami daripada sistem alternatif yang memerinci setiap bidang kewenangan
otonomi.
Maka maksud pokok menurut lembaran Otsus Propinsi Papua memiliki kewenangan atas semua
bidang yang tidak terkait dengan bidang-bidang yang secara khusus tetap seyogyanya,
dipegang oleh Pemerintah Pusat. UU Otsus Pasal 4 ayat (1) memerinci Kewenangan
Daerah Provinsi Papua sebagaimana “Kewenangan Provinsi Papua mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiscal, agama, dan peradilan serta
kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.” Penjelasan selanjutnya menyatakan bahwa beberapa
kewenangan di sektor lain sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang ini adalah
kewenangan Pemerintah Pusat yang meliputi Kebijakan tentang perencanaan
nasional, Pengendalian pembangunan nasional secara makro, Dana perimbangan
keuangan, Sistem administrasi negara, Lembaga perekonomian negara Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya
manusia, Pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi, Konservasi dan
standarisasi nasional.
Maka
dengan itu, Papua dengan rangkaian hasil kekayaan alam yang kini dunia ikut campur tangan untuk mengolah tanpa melihat
aspek lain, seperti Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Analisis Dampak Lingkungan
dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terus terjadi. Seharusnya pemerinatah
memperhatikan semua aspek ini dengan baik agar kehidupan masyarakat asli Papua
di masa depan tidak katinggalan dari kabupaten lain di Indonesia.
Dengan
demikian persoalan yang terjadi di tanah Papua merupakan persoalan kita
bersama, yang hitam kulit kriting rambut, yang lurus rambut asli Melayu, berada
di tanah Papua wajib hukumnya bicara persoalan Papua. Seperti yang dikutip
dalam bahasa latin Amicitia
praesedium Firmissum - Persaudaraan adalah perlindungan yang paling handal atau “Bhinneka Tunggal Ika.”
Semoga!
*Penulis adalah: Mahasiswa Teknik
Geologi Universitas Ottow Geissler Papua
dan Ketua Presidium PMKRI Cabang
Jayapura Santo Efrem.
KOMENTAR