Dok. Pribadi |
Oleh:
Alfredo Pance Saragih
Ketua
Presidium PMKRI Cabang Pematangsiantar Santo Fransiskus Dari Assisi Periode
2015-2016 & Alumnus Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar
Ketika kita berbicara tentang
sejarah pergerakan dan kemerdakaan Indonesia, tentunya pembicaraan tidak akan terlepas
dari gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia. Gerakan kebangkitan nasional yang
dimulai dengan lahirnya Budi Utomo sampai ke Reformasi Tahun 1998. Semua
perubahan umumnya dimotori oleh kaum muda, terutama mahasiswa (kaum
intelektual). Pada Oktober 1928, lahirlah Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda menjadi
ungkapan rasa persatuan kaum muda tanpa memandang agama, suku, ras dan agama.
Ketika itu (tahun 1928) tidak ada
jaminan bahwa apa yang dilakukan oleh para Pemuda 1928 akan memiliki muara
sejarah yang jelas dan juga mulia. Satu-satunya jaminan adalah keyakinan.
Keyakinan bahwa kita adalah satu. Mulai dari Sabang sampai Merauke adalah satu.
Kita dipersatukan oleh nasib yang sama, yaitu sebagai bangsa yang sama-sama
dijajah. Sekarang kita tahu muara dan arti keyakinan itu, karena kita bebas
merdeka dan berdaulat di bumi Nusantara yang dihuni lebih dari ratusan juta
manusia Indonesia.
Kemudian pada tahun
1945, kaum muda semakin menunjukkan keberanian mutlak untuk tidak hanya
menerima dan menunggu pemberian orang lain yang mengenai nasib kita, hal ini
dibuktikan oleh keberanian tokoh-tokoh muda ketika itu misalnya tokoh Sukarni
yang mendesak Sukarno agar segera memproklamirkan kemerdekaan. Bisa kita
bayangkan apabila kaum muda tidak mendesak Sukarno-Hatta untuk segera
memproklamirkan kemerdekaan, mungkin sampai hari ini Indonesia belum merdeka
menjadi sebuah negara yang berdaulat.
Selain
Indonesia, sejarah dunia juga membuktikan bahwa setiap pergerakan perubahan
selalu dipelopori oleh kaum muda. Revolusi Perancis membuktikan keberanian kaum
muda untuk menentang ketidakadilan. Situasi ketidakadilan yang mewarnai
Perancis abad ke-18 itu mengundang reaksi dari tokoh-tokoh pemikir. Kaum muda
menghendaki terjadinya perubahan dan perbaikan sistem pemerintahan Perancis
dari monarki absolut menjadi monarki konstitusional. Artinya pemerintah
kerajaan yang kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang dasar. Adalah Montesqi, JJ.Rousseau dan Voltaire, pemikiran
ketiga tokoh inilah yang menjadi sumber inspirasi cikal bakal revolusi Perancis. Yang pada ujungnya yang menjadi cita-cita
semboyan liberte (kebebasan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaran).
Amerika
Serikat juga membuktikan keberanian pemudanya untuk melakukan perubahan.
Seiring dengan meruncingnya konflik antara koloni dengan Inggris, mulai berkembang suatu kesadaran baru terutama pada
kaum muda Amerika bahwa Amerika harus memisahkan diri dari Inggris dan menjadi
bangsa yang merdeka. Tokoh yang dianggap sebagai pembawa kesadaran baru itu
adalah Thomas Paine, penulis buku berjudul Common Sense yang berisi tentang
pentingnya kemerdekaan.
Dari
Amerika, kita beranjak ke Rusia. Revolusi Rusia diawali rasa tidak puas kaum
muda terhadap pemerintah otokrasi Tsar (kaisar). Rasa tidak puas itu merata
hampir di semua golongan masyarakat di kalangan petani yang haus tanah, kaum proletariat industri yang baru, kaum bawahan angkatan
bersenjata, kaum terpelajar yang tertekan, minoritas-minoritas kebangsaan dan
keagamaan yang tertindas, serta sebagian besar kaum borjuis dan kaum ningrat.
Revolusi
Hongaria meletus di tangan para pemuda dan mahasiswa yang menetang pendudukan
Uni Soviet dan pemerintahan boneka. Eropa Barat juga menyaksikan gelombang
gerakan pemuda dan mahasiswa sepanjang tahun 60-an: mahasiswa Spanyol bangkit
menentang diktator Jenderal Franco pada 1965.
Di dunia Islam
Asia-Afrika, para mahasiswa dan pemuda bangkit mempelopori perlawanan terhadap
penjajah di sepanjang paruh pertama abad ke-20 sampai tahun 70-an. Para
pemudalah yang terlibat dalam Revolusi Aljazair
1954, mengenyahkan Perancis dari tanah itu. Mereka juga berhasil mengusir
Inggris dari Mesir. Sejak 1987 hingga sekarang, anak-anak muda bahkan yang
masih bocah, telah meletuskan gerakan intifadhah melawan penjajahan
Israel di Palestina.
Penulis
bukanlah pakar revolusi. penulis juga bukan
pakar sejarah dunia atau sejarah Indonesia. Tetapi penulis
adalah salah satu manusia yang mencintai revolusi. Tanpa ada revolusi, penulis dan Anda tidak bisa hidup lebih layak sekarang
ini. Melalui revolusi kita diajari untuk merefleksikan hidup yang sesungguhnya.
Revolusi juga mengajarkan kepada kita
bahwa kita harus memiliki keberanian untuk mengutarakan pendapat dan
gagasan untuk melawan
kesewenang-wenangan, ketidakadilan dan jenis penindasan lainnya.
Tapi penulis ingin
sharing dengan Anda sekalian. Bahwa dari beberapa peristiwa di atas kita dapat berkesimpulan bahwa setiap gerak
perubahan, gerak pembebasan dan gerak kemerdekaan selalu dipelopori oleh kaum
muda. Sejarah
dunia dan Indonesialah yang mengajarkan bahwa kaum muda, terutama mahasiswa
sebagai kaum intelektual disebut-sebut sebagai agen perubahan - agent of change.
Pertanyaannya sekarang
adalah apakah kaum muda (mahasiswa) sekarang sudah menjadi agen-agen perubahan
di masyarakat? Kalau iya, perubahan apa yang dilakukan pemuda/i sekarang? Kalau
tidak, mengapa? Rasa-rasanya kita sedikit ragu untuk mengiyakannya. Untuk
menjawab mengapa kita harus lihat realitas yang ada.
Kita para kaum muda
Indonesia harus mengakui bahwa secara umum kita berjalan (bernegara) tanpa
konsepsi yang jelas. Ketika pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla mengeluarkan
kebijakan untuk menaikkan harga BBM, berapa jumlah pemuda yang menyuarakan
pendapatnya sebagai solusi untuk meringankan beban masyarakat? Sangat kecil.
Ketika DPR RI mengeluarkan UU Pilkada 2014 yang ingin merampas kedaulatan
rakyat, apa suara pemuda? Apa yang dilakukan pemuda untuk menolak itu? Memang, beberapa
ada yang melakukan perlawanan, berani menyampaikan isi hatinya. Tapi, sangat
kecil dibanding jumlah kaum muda Indonesia seluruhnya.
Perlu kita ketahui,
bahwa seluruh rakyat Indonesia wajib bersyukur karena masih memiliki organisasi
kemahasiswaan yang dalam praksisnya berpihak pada kaum tertindas- option for the poor. Tahun 1960-an,
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dalam sepak terjangnya membuktikan
keberanian untuk menyuarakan kegelisahan dan perasaan rakyat. Kegelisahan itu
disampaikan melalui Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) yang menyuarakan untuk
dibubarkannya PKI, Reshuffle Kabinet dan
Turunkan harga sembako. Sungguh menggugah sukma ketika begitu dekatnya
mahasiswa dengan rakyat, bahkan menyatu dengannya dalam hal perjuangan melawan
ketidakadilan.
Namun, melihat kondisi
kekinian, kesatuan mahasiswa rasanya sangat rapuh. Setiap organ berusaha hanya
menonjolkan organnya sendiri, ingin dikenal masyarakat dan mendapat pengakuan
dari mata publik. Bahkan sering terjadi, saling mengumbar-umbar kelemahan organ
lain, tanpa ada keinginan untuk sama-sama berjuang. Sepertinya politik devide et impera
berhasil merongrong kesatuan kita. Tidak perlu kita perdebatkan siapa yang
melakukan devide
et impera terhadap kita. Tetapi yang pasti kitalah yang mengembalikan
kesatuan kita, kitalah yang harus bersatu padu memikirkan persoalan yang
terjadi di sekitar kita.
Leo Tolstoy pernah mengatakan “Everyone thinks of changing the world, but no one thinks of changing
himself” – “setiap orang berpikir untuk mengubah dunia, tetapi tidak
seorang pun berpikir mengubah dirinya sendiri”. Makna yang dapat kita simpulkan
dari ungkapan ini adalah bahwa setiap orang yang ingin mengubah dunia, maka
terlebih dahulu ia harus mengubah dirinya sendiri. Demikian juga kita, jika kita ingin
mengubah dunia kita, kita harus mengubah diri
kita terlebih dahulu. Untuk mengubah Indonesia di hari esok, kita harus
mengubah pemuda hari ini. Selamat Mengubah Diri.
KOMENTAR