Di era yang semakin modern semangat mahasiswa mulai terdegradasi, terutama dalam merespons arus perkembangan Zaman yang semakin gencang. Budaya Westernisasi seakan mempengaruhi mahasiswa hingga secara pelan-pelan budaya asli dengan sendiri mulai hilang. Motivasi intrinsik sudah kehilangan arahnya dalam menapaki situasi dan kondisi Zaman yang semakin modern. Mahasiswa makin hari selalu di suguhi oleh materi –materi yang instan melalui media digital yang menjadi konsumsi harian mahasiswa itu sendiri. Kreatifitas, Budaya membaca mulai hilang, cara berpikir yang ilmiah hanya di temukan pada sedikit orang, Lunturnya mentalitas, sifat ke-egoan makin terus di budayakan. Sehingga mahasiswa seperti kehilangan arah dalam merespon arus globalisasi. Budaya instan selalu justru memanjakan diri seorang mahasiswa untuk tidak berjuang dan berpikir berkali-kali demi mendapatkan hasil yang memuaskan. Copy paste hasil karya orang lain ketika berada di ruang ilmiah adalah hal yang sangat tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan dan cita-cita bangsa itu sendiri.
Mahasiswa “zaman Now” tentu membutuhkan persiapan–persiapan yang cukup matang dalam mengahadapi tuntutan zaman. Pandai memfilter budaya –budaya baru yang masuk, menerima yang positif dan meninggalkan/membuang hal yang negatifnya. Butuh suatu kematangan berpikir yang rasional dalam mengimplemantasikan perkembangan dan peradapan Zaman yang semakin modern. Mahasiswa di tuntut untuk tidak tidur dan bermalas-malasan dalam menghadapi era yang semakin kompetitif .
Bagaiamana Sikap Mahasiswa Dalam merespons Arus Globalisasi ?
Optimis
Sikap optimis bagi mahasiswa dalam merespons arus globalisasi sangatlah penting, terutama dalam menghadapi tuntutan dan tantangan zaman yang berada di depan mata. Di butuhkan motivasi intrinsik dan spritualitas dari dalam diri guna mengisi dan menempati ruang persaingan yang sangat ketat. Mahasiswa dituntut untuk tidak apatis dengan situasi dan kondisi di lingkungan sekitar, sehingga mahasiswa itu sendiri tidak kalah dalam mengarungi ritme peradapan zaman yang semakin gencang. Selain itu mahsiswa juga haru pandai mengatur waktu, dimana yang dapat menambah khasanah dan mana yang dapat mengarah dan membawa bencana. Membuang sikap skeptis dan keragu-raguan dan butuh spirit tinggi dalam menghadapi derasnya gempuran Zaman yang semakin kompetible.
Peka dengan kondisi Zaman
Kecepatan dan kecekatan dalam merespons perkembangan zaman selalu menjadi patokan bagi mahasiswa dalam menghadapi arus globalisasi yang berada di depan mata. Cepat tanggap, reaksioner, komunikatif terhadap kondisi lingkungan yang menuntut mahasiswa untuk tidak lengah dan tetap berdiri tegak dan kokoh. Pandai memfilter budaya dari luar, mengambil makna positif dan tetap mempertahankan keaslian buadaya asli. Mahasiwa di era kekinian merupakan kaum yang menjadi pendobrak pada tantangan Zaman terutama pada setiap fenomena yang dapat mengancam kepekaan mahasiswa itu sendiri. Melawan penyakit sosial yang merebak di ibu pertiwi seperti perdagangan manusia, Buday Hoax dimedia sosial, budaya tata tata krama yang mulai luntur dan radikalisme. Peka terhadap kondisi zaman yang selalu di namis membuat mahasiswa untuk terus bergerak dalam memperjuangkan kebutuhan ataupun tuntutan Zaman itu sendiri, Sehingga mahasiswa tidak ketinggalan jauh dengan era yang semakin kompetitif. Persiapan mental, emosi dan spirit yang menjadi dasar dalam mengarungi peradapan zaman yang kompetible. Berwawasan global, komprehensif, tidak setengah –setengah adalah cara berpikir seorang mahasiswa yang peka dengan kondisi Zaman.
Tidak Buta Teknologi
Di era yang semakin modern ini mahasiswa di suguhkan oleh teknologi digital dengan aplikasi Facebook, WhaaShap, BBM, Instagram dan lain sebaginya. Pekerjaaan yang menggunakan tangan manusia seakan tidak berguna lagi, pekerjaan dalam setiap bidang selalu di permudah dengan teknologi yang begitu cepat. Perkembangan teknologi yang semakin maju membutuhkan kesiapan yang cukup matang oleh mahsiswa itu sendiri. Mengikuti berbagai pelatihan baik di dunia kampus maupun oleh lembaga-lembaga tertentu. Artikel Kompas.com, Jumat 29 Desember 2017 “Teknologi cerdas, Ancaman atau Tantangan buat Manusia” Tenaga manusia di industry mede di Vietnam Hanya untuk pengawasan dan penanganan gangguan. Itu pun beberapa orang saja yang di perlukan untuk skala berlipat kali industry serupa di dunia. Maka dari itu mahasiswa mesti sadar apa yang harus di buatnya dari sekarang, memulai dengan kreativitas di ruang kampus maupun di lingkungan sosial masyarakat. Serta persiapan dalam menguasai system yang di buat oleh setiap intansi dengan berbasis komputerisasi.
Melebur diri dalam Budaya literasi
Memperbiasakan diri dalam budaya literasi merupakan suatu upaya atau langkah konkrit mahasiswa dalam membententengi diri mengahadapi derasnya arus zaman yang semakin gencang. Membaca, berdiskusi, dan menulis bagi mahasiswa menjadi patokan dalam melengkapi budaya literasi itu sendiri. Dengan memperbiasakan diri dalam budaya literasi khasanah berpikir mahasiswa tentu akan semakin meningkat, dan ketajaman intelektual akan nampak dalam diri mahasiswa itu sendiri. Sehingga mahasiswa dengan mudah dalam menerjemahkan apa dampak arus globalisasi, baik dampak positif maupun dampak negative. Budaya literasi di era yang semakin kompetitif menjadi kekuatan bagi mahasiswa dalam memerangi budaya dari luar yang dapat menggerus budaya asli dari dalam. Menjadi penting untuk dikaji bahwa globalisasi tidak selamanya membawa dampak yang negatif. Sebagai kaum intelektual tentunya memfilter adalah suatu upaya memperkaya budaya dari dalam, mana yang harus diterima dan mana yang harus dibuang terhadap budaya asing.
Dialektis
Dialektis menjadi fundamen paling ampuh dalam menjalin proses interaksi atau komunikasi yang tidak kaku. Bersifat dinamis dalam setiap kesempatan ataupun pada ruang dan tempat yang berbeda ketika berdialektika dengan siapa saja. Proses interaksi yang terjalin setiap hari pada mahasiswa mesti selalu di perbiasakan oleh mahasiswa itu sendiri, komunikasi yang di jalani semestinya sesuai dengan situasi dan kondisi global. Data dan fakta yang relevan serta rileks dalam mendiskusikan setiap topic yang menjadi perbincangan mahasiswa itu sendiri. Berinteraksi dengan siapa saja tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan adalah bentuk daripada responsifitas terhadap globalisasi. Menanamkan nilai-nilai atau paham yang moderat menjalin relasi dengan siapa saja dalam bingkai yang multikultur. Pandai mencari informasi yang baru untuk kemudian di diskusikan pada sesama mahasiswa. Mahasiswa sebagai penyabet kaum intelektual mesti mampu mengedukasi masyarakat baik ketika bertemu secara langsung maupun dalam bermedia sosial.
KOMENTAR