Oleh: Tomson Sabungan Silalahi
Quo Vadis adalah kalimat Latin yang sudah sering kita dengar bersama, artinya secara harafiah adalah "Ke mana Engkau pergi?" Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan bagian apokrif Kisah Petrus: "Tuhan, ke mana Engkau pergi?" Kalimat tersebut merupakan ungkapan Kristiani yang menurut Tradisi Gereja dilontarkan pada Yesus Kristus oleh Santo Petrusyang saat itu bertemu dengan Yesus dalam perjalanan hendak melarikan diri dari misinya yang berisiko disalibkan di Roma. Jawaban Yesus yang mengatakan, "Aku hendak kembali ke Roma untuk disalibkan kembali"(Eo Romam iterum crucifigi) membuat Petrus menyadari panggilannya dan ia pun berbalik kembali ke Roma; kemudian ia disalibkan secara terbalik dan menjadi martir di sana[1].
Quo Vadis adalah kalimat Latin yang sudah sering kita dengar bersama, artinya secara harafiah adalah "Ke mana Engkau pergi?" Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan bagian apokrif Kisah Petrus: "Tuhan, ke mana Engkau pergi?" Kalimat tersebut merupakan ungkapan Kristiani yang menurut Tradisi Gereja dilontarkan pada Yesus Kristus oleh Santo Petrusyang saat itu bertemu dengan Yesus dalam perjalanan hendak melarikan diri dari misinya yang berisiko disalibkan di Roma. Jawaban Yesus yang mengatakan, "Aku hendak kembali ke Roma untuk disalibkan kembali"(Eo Romam iterum crucifigi) membuat Petrus menyadari panggilannya dan ia pun berbalik kembali ke Roma; kemudian ia disalibkan secara terbalik dan menjadi martir di sana[1].
Mengapa DPC PMKRI Cabang Jakarta Pusat memilih tema debat kandidat Ketua
Presidium PP PMKRI kali ini (yakni Quo
Vadis PMKRI) adalah pertanyaan yang mestinya boleh dijawab dengan melihat
secara jujur keadaan PMKRI saat ini. Tanpa bertanya kepada pengundang yakni DPC
PMKRI Cabang Jakarta Pusat, penulis menduga, agaknya mereka melihat PMKRI yang
seperti Petrus “hendak melarikan diri dari misinya yang berisiko disalibkan di
Roma”, PMKRI tidak lagi menjalankan misinya yang adalah “Berjuang dengan terlibat dan berpihak
pada kaum tertindas melalui kaderisasi
intelektual populis yang dijiwai
nilai-nilai kekatolikan untuk mewujudkan
keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati[2]”, sehingga visi-nya yakni “Terwujudnya
keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati[3]” semakin jauh dari cita-cita perjuangan PMKRI.
Ada 4 (lima) kata kerja pada misi PMKRI yakni; berjuang, terlibat,
berpihak, dan mewujudkan. Sedangkan ada kata kaderisasi yang menerangkan adanya
proses pembentukan kader (yang berintelektual populis[4]) dan
kata dijiwai yang menerangkan bahwa setiap perjuangan, keterlibatan, dan
keberpihakan itu mestinya diilhami oleh nilai-nilai seperti yang disebutkan
pada misi PMKRI.
Pertanyaannya, benarkah PMKRI saat ini tidak lagi menjalankan misinya
itu? Masihkah PMKRI berjuang untuk kaum
tertindas? Sejauh mana keterlibatan PMKRI membela hak kaum tertindas? Masihkah
PMKRI berpihak bagi kaum tertindas? Selanjutnya, masih adakah proses kaderisasi
yang membentuk kader PMKRI agar menjadi kader yang berintelektual populis?
Masihkah kader-kader PMKRI masih menjiwai nilai-nilai kekatolikan? Masih adakah
keinginan PMKRI untuk mewujudkan visinya sendiri?
Jawaban dari setiap pertanyaan di muka bisa saja berbeda dari seorang ke
orang yang lain. Lagi-lagi dituntut jawaban yang jujur.
Pada beberapa kali Kongres dan MPA belakangan ini, panitia selalu meminta
pandangan (umum) cabang tentang implementasi nilai-nilai (fraternitas,
kristianitas, dan intelektualitas) dan relevansinya dalam situasi PMKRI di masa
kini. Dari pandangan-pandangan yang membahas hal itu, mengungkapkan bahwa
memang tengah terjadi degradasi nilai-nilai itu hingga perlu
menginternalisasikannya kembali. Gambaran ini mengafirmasi bahwa memang
benarlah dugaan penulis atas penglihatan DPC PMKRI Cabang Jakarta Pusat bahwa
PMKRI sedang ingin melarikan diri dari misinya.
Untunglah masih ada kader-kader yang mampu melihat “dirinya” secara jujur.
Tema “Quo Vadis PMKRI?” ingin
mengajak keluarga besar perhimpunan untuk berefleksi dalam usaha melihat
dirinya (PMKRI) sendiri secara jujur.
Masih teringat dengan tema dalam acara pelantikan DPC PMKRI Jakarta Pusat
yang terakhir, yakni “kembali melihat ke dalam.” Walau dalam frasa yang berbeda
kedua tema (Quo Vadis PMKRI? dan
Kembali melihat ke dalam) itu memiliki rasa yang sama. Tema-tema ini mengjak
kita untuk mundur sebentar agar bisa maju seribu langkah.Seperti atlit lompat
jauh, dia harus mundur dulu dan berlari sekuat tenaga untuk mendapatkan
lompatan yang jauh dari garis awal, 0 meter. Mundur membuat kita mampuberpikir dan memikirkan
cara-cara baru yang lebih efektif daripada
terus maju tapi dengan membawa cara-cara kuno yang tidak relevan lagi
atau malah latah mengikuti arus zaman tanpa memikirkan dampaknya.
Menyadari (atau mengakui dengan jujur) bahwa telah terjadi degradasi akan
implementasi nilai-nilai PMKRI akan membawa kita pada usaha perbaikan demi masa
depan PMKRI terutama demi terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan
persaudaraan sejati karena kita tidak lagi memilih menghindar dari risiko
disalib.
Kongres dan MPA sudah di depan mata. Dengan berbagi pengalaman sesama kader
PMKRI dari berbagai cabang yang berbeda hendaknya bisa saling memperkaya. MPA
yang selalu mengajak perhimpunan untuk berubah sesuai tuntutan zaman tanpa
meninggalkan nilai-nilai PMKRI kiranya boleh dimanfaatkan dengan baik untuk
bertukar ide dan gagasan demi terwujudnya semua cita-cita perhimpunan. Tahun
ini, tema revitalisasi transformasi organisasi yang sudah lama ditinggalkan
hendak ditilik lagi.
Dalam buku loknas TO yang dikeluarkan PP PMKRI Periode 2002-2004 dimuat
banyak refleksi-refleksi akan arah dan gerak PMKRI pada zaman itu[5]. Pada
saat ini pun, PP PMKRI karena memandang perlunya transformasi organisasi maka
pada MPA yang akan datang semua kader PMKRI diajak untuk melihat lagi lebih
jujur PMKRI dan diharahkan boleh memberikan ide dan gagasan yang solutif untuk
membawa PMKRI lebih baik lagi ke depan.
Harapan tentu selalu ada, penulis masih yakin, masih banyak kader-kader
PMKRI yang mau seperti Petrus, kembali ke Roma dan tidak menghindar lagi dari
risiko disalib karena misi yang diemban. Untuk menguatkan para kader dalam
mengemban salib itu, semoga pada perhelatan akbar yang akan kita laksanakan di
Palembang nanti, kita, semua peserta Kongres dan MPA diberi kesempatan dan
mampu bertemu dengan Yesus sang gembala.
KOMENTAR