Oleh: Robertus Dagul*
Hidup di alam demokrasi yang diliputi
oleh keragaman suku, agama dan ras selalu diperhadapkan dengan berbagai tekanan yang dapat membungkam
kebebasan berekspresi bagi setiap individu, apalagi hidup dalam suatu ruang
yang didominasi oleh kelompok mayoritas dalam sebuah Negara. Kebebasan
berekspresi seakan dibungkam oleh kaum elit yang main hakim sendiri. Kekuasaan
yang dimandatkan oleh rakyat kepada
pemimpinnya seperti tidak ada yang peduli dengan keluhan atas persoalan yang
urgen diaspirasikan rakyat. Hanya sebagian saja dari para pemangku kepentingan yang betul-betul menjawab aspirasi rakyatnya. Seperti
hidup dalam sebuah ruang yang hampa kalau pemimpin tidak mempertimbangkan atau mengakomodir kebutuhan konstituennya.
Memegang sebuah jabatan menjadi
suatu penghormatan atas tugas dan tanggungjawab yang harus diemban
selama duduk dalam posisi yang strategis.
Kekuasaan yang dimiliki seseorang
dalam memimpin sebuah nation selalu mendapat tantangan dalam menghadapi
berbagai dinamika yang terjadi. Kekuasaan dalam sistem demokrasi bukan untuk dijadikan sebagai alat
mengintervensi masyarakat, tetapi lebih kepada bagaimana pemimpin memberikan
ruang yang bebas dan dalam batasan yang sesuai dengan koridor yang ditetapkan
.
John
L. Eposito menyatakan bahwa
demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan
dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya, semua berhak untuk berpartisipasi,
terlibat aktif maupun mengontrol
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain
itu lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan
yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pernyataan di
atas menjadi titik terang bahwa rakyat
mempunyai otoritas dalam menentukan siapa yang layak dan patut diangkat menjadi pemimpinnya serta mampu mengeksekusi
kebutuhan rakyat. Ikut mengambil bagian
secara penuh dalam menguji
kelayakan para pemangku kepentingan. Prinsip hidup dengan mengedepankan
jiwa patriotisme dan nasionalisme tanpa
ada belenggu yang tersekat oleh berbagai kepentingan terhadap jabatan yang diemban.
Demokrasi menjadi tolak ukur
kehidupan sebuah bangsa dan juga sadar secara politik, ekonomi, sosial dan
budaya dalam mengawal dan mengontrol untuk menyeimbangan persepsi yang muncul di publik. Menengok pada
demokrasi Athena yang tidak
hanya bersifat langsung dalam artian
keputusan dibuat oleh majelis, tetapi juga sangat langsung dalam artian rakyat, melalui majelis dan pengadilan
mengendalikan seluruh proses politik
dalam urusan publik. Penduduk Athena menikmati kebebasan tidak dengan menentang pemerintah, tetapi
dengan tinggal di sebuah kota yang tidak
dikuasai oleh orang lain. Rakyat mesti diberi
ruang untuk menempatkan posisi yang
wajar di pemerintahan, dengan rakyat
diberi ruang yang pas maka terjadi keseimbangan dalam menerapkan prinsip
demokrasi yang adil dan merata.
Kekuasaan rakyat menjadi hal yang utama
dalam mewujudkan kehidupan demokrasi di sebuah negara. Rakyat diberi ruang
untuk mengkritisi kebijakan yang tidak seimbang dengan kepentingan rakyat. Mengontrol dan
mengawasi jalannya pemerintahan adalah
otoritas rakyat demi suatu kehidupan yang lebih baik dan berdampak pada
kesejahteraan rakyat banyak. Tidak hanya
sekedar mendengungkan solusi-solusi yang sifatnya pragmatis, mesti merespon
dengan mengedepankan prinsip yang
aplikatif dan langsung pada pokok
persoalannya.
UUD 1945 Pasal 28 e Ayat 3 “Bahwa
setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,berkumpul dan mengeluarkan
pendapat,” memberikan keleluasan bagi rakyat
dalam ruang publik tanpa diliputi oleh sekat-sekat yang dapat menyudutkan
sesama sebagai anak bangsa. Hak dan keadilan yang sama bagi
semua elemen bangsa untuk
berkreasi sebebas-bebasnya sejauh tidak melanggar substansi daripada kebebasan
itu sendiri. Di satu sisi demokrasi selalu mengedepankan moralitas yang dapat
menghantarkan semua konsituen ke arah yang sejalan dengan kepentingan bonum commune. Mengakui dan menerima orang lain tanpa memandang suku, agama dan ras
serta tidak merasa lebih dalam suatu kehidupan yang harmonis dan tenteram.
Jurgen Habermas lewat konsep demokrasi deliberatifnya tentang
basis teori demokrasi memberikan sebuah konsep masyarakat yang terbangun dari tiga komponen yakni Lebenswelt, ruang
publik (offentliichkeit) dan sistem.
Dalam Lebenswelt atau “dunia kehidupan
terjangkar model-model komunikasi manusiawi”. Secara intuitif menurut Habermas
manusia bertindak komunikatif dan
mencari komunikasi dalam konteks
keseharian dunia kehidupan. Setiap individu
membutuhkan orang lain dalam mendiskusikan masalah yang menyangkut kehidupan
banyak orang. Memecahkan setiap persoalan lewat pikiran-pikiran orang lain
dalam dalam ruang dialektika. Dalam hidup berdemokrasi saling membagi informasi
kepada yang membutuhkan selalu menjadi hal yang utama untuk kemudian diterapkan
oleh insan-insan pertiwi.
Persoalan yang muncul di Lebenswelt akan disuarakan
lewat ruang publik, di ruang publik segala
informasi akan lebih transparan diketahui oleh semua elemen tanpa
menyembunyikan hal-hal yang sifatnya sensitif. Masyarakat akan memberikan penilaian baik itu positif maupun yang
negatif. Masyarakat diberi kebebasan dan ruang yang terbuka untuk
memberikan kompensasi berupa reward kepada para wakilnya apabila
janji yang didengungkan direspon ataupun diabaikan saja.
Dalam ranah sistem “mengatur bahwa manusia juga
bertindak strategis, artinya mengejar
tujuan tertentu secara fungsional”. Pelelangan
jabatan dalam merekrut karyawan untuk
masuk dalam sebuah pola perekrutan yang mengedepankan prinsip yang adil. Pemahaman dan kesadaran masyarakat mesti didongkrak oleh daya kritis yang
tajam dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan demokrasi yang sesungguhnya.
Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk selalu mengawasi dan
mengontrol setiap kebijakan yang tidak
sesuai dengan janji yang didengungkan. Demokrasi mengarahkan kita pada suatu kehidupan yang setara, sejajar, sama
rata dan sama rasa dalam setiap momentum.
Menghadapi era globalisasi sebuah Negara dalam menata dan merawat sebuah bangsa yang
majemuk dituntut untuk memaknai hidup berdemokrasi yang relevan dengan kondisi
zaman. Membangun suatu cara berpikir
yang up to date dan dialektis
terhadap dinamika demokrasi dalam
sebuah negara. Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi kekuatan bahwa
sesungguhnya rakyat mempunyai otoritas penuh dalam hidup di sebuah Negara yang
demokratis. Kedudukan sebuah Negara yang demokratis akan berdampak pada
masyarakat yang semakin solid dan partisipatif dalam mendamaikan pembangunan yang
berkelanjutan. Proses yang berkepanjangan dan terus menerus dalam mengimplementasikan demokrasi dalam
takaran yang wajar menjadikan sebuah Negara tetap kokoh dan semakin dewasa di
era milenial.
*Penulis adalah anggota PMKRI Cabang Kupang
KOMENTAR