ANAK MILENIAL MANGGARAI ADAKAN DISKUSI PUBLIK TENTANG RADIKALISME

Foto bersama setelah pelaksanaan diskusi publik dan pentas seni budaya
di Sanggar Prathivi Building pada Sabtu, 30 Juni 2018 (Foto: dok. Lingko Ammi)

Jakarta, katakanlah.com - Anak muda Manggarai di Jakarta yang tergabung dalam Paguyuban Lingko Anak Milenial Manggarai, disingkat LINGKO AMMI menyelenggarakan diskusi publik yang bertajuk “Peran Agama dalam Melawan Aksi Radikalisme, Fundamentalisme, dan Terorisme” pada Sabtu, 30 Juni 2018 di Sanggar Prathivi Building, Pasar Baru Sawah Besar, Jakarta Pusat. Diskusi ini menghadirkan wartawan senior Suara Pembaharuan, Edi Hardun; Sekretaris Jenderal ISKA, Benny Sabdo; Intelektual Muda NU, Abdul Gophur; dan Peneliti, Wempi Hadir sebagai narasumber.

Menguatnya fenomena radikalisme, fundamentalisme agama, dan peristiwa terorisme di Indonesia membutuhkan peran serta berbagai elemen masyarakat dalam menangkalnya. Hal ini ditegaskan koordinator LINGKO AMMI, Yosef Luis Madi dalam press releasenya. “Tidak ada cara lain untuk menangkal radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme kecuali kembali ke rumah masing-masing, terutama rumah budaya dan agama yang mengajarkan nilai-nilai toleransi,” demikian pernyataan Luis.

Edi Hardun menyoroti fenomena radikalisme, fundamentalisme, dan peristiwa terorisme di Indonesia sebagai hama yang mengganggu perjalanan bangsa Indonesia. Benih-benih radikalisme sudah masuk ke dalam kehidupan sehari-hari, bahkan sampai pada lingkungan pergaulan anak-anak. Edi menyampaikan peristiwa riil sehari-hari yang menjadi indikasi radikalisme sudah memasuki lingkungan-lingkungan terkecil dalam masyarakat.

Baca juga: cadar-adalah-hanya-ekspresi-iman

Sekretaris Jenderal ISKA, Benny Sabdo dalam pemaparannya menyampaikan semangat orang Katolik di Indonesia dalam dinamika kebangsaaan dan kenegaraan termuat dalam semboyan 100 persen Katolik dan 100 persen Indonesia. Pancasila sebagai falsafah bangsa dan ideologi negara wajib untuk diperjuangkan dan diimplementasikan dalam kehidupan pribadi dan kolektif di masyarakat. Inilah bentuk perwujudan semangat 100 persen Indonesia umat Katolik.

Hal senada diungkapan Abdul Gophur dalam paparannya. “Kalau orang-orang menyebut Nahdlatul Ulama sebagai penjaga NKRI, saya menyampaikan, NU dari dulu sampai hari ini adalah Satpam NKRI,” sebut Abdul Gophur. Dalam tugasnya sebagai penyokong kebangsaan, NU mengajak mengajak peran serta berbagai elemen keagamaan untuk bahu membahu menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia dari berbagai hantaman radikalisme.

Wempi Hadir menyoroti negara yang permisif terhadap kelompok-kelompok yang merongrong NKRI dari dalam. Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memerangi segala bentuk paham dan gerakan yang mengancam keutuhan bangsa dan negara. “Jika kita berbicara melawan radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme, negara mesti hadir di sana sebagai pelopor untuk memeranginya. Agama hanya berperan sebagai penjaga norma dan moral di masyarakat, tentu tidak memiliki legitimasi penuh dalam melawan radikalisme,” kata Wempi.

Diskusi publik ini dipadukan dengan pentas budaya Manggarai. Bentuk kegiatan ini merupakan sebuah cara yang efekif untuk mengajak kaum muda milenial agar lebih mencintai tanah air melalui seni dan budaya, juga memiliki kepekaan terhadap situasi yang menggerogoti Indonesia. Melalui kegiatan seperti ini, anak muda milenial pun turut terlibat dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. (Alfredo)