Argentina Pulang dan Mengapa Saya Harus Menulis?

Gambar dari sini

Satu Juli dua ribu delapan belas, hari Minggu. Pertandingan sepak bola antara Argentina dan Prancis sudah selesai, hasilnya, sungguh mengecewakan tidak sedikit dari fans berat Messi, 3 untuk Argentina namun harus selisih satu lebih sedikit dari Prancis, 4 gol. Seketika meme tentang kekalahan Argentina langsung beredar, seperti biasa, Messi jadi bulan-bulanan. Tak lama kemudian, pertandingan Portugal versus Uruguay dipertontonkan di depan layar televisi. Sama saja, fans berat CR7 harus kecewa, tidak sedikit, banyak saudara-saudara. Anehnya, fans Messi bisa se-gembira itu, padahal jagoannya baru pulang kampung juga. Eits, meme tentang kekalahan itu pun bermunculan, ssst kebanyakan meme yang sudah-sudah yang sengaja dimunculkan lagi.

Tujuan dari tulisan ini sebenarnya bukan yang saya ceritakan pada paragraf di atas. Setelah pertandingan keempat negara itu selesai, mata ini belumlah begitu mengantuk. Biasanya saya membuka laptop dan mulai mengetik "YouTube" pada mesin pencari, kalau tidak belajar Bahasa Inggris ya sekedar mencari hiburan. Tapi tiba-tiba di tengah video yang sedang saya tonton ada suara, sebut saja satu titik (penjelasannya ada pada buku saya yang dari tahun lalu isbn-nya keluar tapi tidak terbit-terbit sampai sekarang) yang mendorong saya untuk menuliskan sesuatu, entah apalah. Hingga saya putuskan untuk menulis alasan-alasan mengapa saya harus menulis (langsung saya angkat jadi judul tulisan ini).

Mengapa saya harus menulis? Pertanyaan ini sebenarnya sudah dijawab oleh Opa Pram. Katanya “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Ya, semua orang setuju dengan Opa Pram, tapi tidak serta merta membuat orang jadi niat untuk menulis, harus benar-benar ada kesadaran itu, kalau pernyataan Opa Pram itu hanya dibaca begitu saja, seketika akan angguk-angguk terus lupa. Tapi setidaknya sudah bacalah, niat itu bisa akan datang kapan saja. Saya juga baru sadar kalau pekerjaan menulis itu benar-benar penting, terutama setelah membaca pernyataan Opa Pram itu.

Selain pernyataan Opa Pram itu, kegiatan menulis juga ternyata mengasah ingatan kita. Penulis dipaksa untuk mengingat hal-hal yang pernah dibaca, dirasakan, dialami bahkan hal-hal yang disesalinya. Misalnya saja saya, menyesal ketika Argentina harus 'pulang kampung' lebih awal dari Prancis. Dalam proses menulis, saya akan berusaha mengingat bagaimana perasaan saya ketika pertambahan waktu diberikan sementara skor sudah selisih dua yang diungguli oleh tim Prancis. Kezel sodara-sodara!

Menulis juga bisa menghilangkan stress. Lagi-lagi ketika saya menuliskan ini semua, kekesalan saya yang memuncak tadi (sampai ditulis kezel) bisa sedikit berkurang, otomatis stress juga berangsur hilang, otak dan perasaan saya harus fokus untuk membuat tulisan yang ehem harus enak dibaca, kamu, iya kamu.

Yang pasti menulis itu keharusan, karena banyak manfaatnya. Semoga sebentar saya tidur, kekesalan yang tinggal sedikit ini bisa hilang beberapa jam lagi ketika saya terbangun kembali. Ke Gereja lebih semangat untuk bersyukur atas hari-hari yang dilewati seminggu ini. Semoga di Piala Dunia berikutnya, permainan Argentina bisa lebih baik lagi. Kalau kalian berpendapat kekalahan ini karena pelatihnya, sungguh, itu bukan urusan saya. Selamat ber-akhir pekan!

(Akhirnya setelah dipikir-pikir, judul harus saya ubah sedikit gaes!) (T/S)