Review Buku .id - Jejak Pencarian (Part 1)

Oleh: Dwi Ivana Sitohang*

Saya tutup dan akhiri sebuah buku bacaan .id - Jejak Pencarian dengan sedikit membantingnya di atas kasur. Sedikit rasa kesal, saya telah diajak untuk mengarungi emosioal diri saat melahap habis kata demi kata tulisan pada buku ini. Tidak butuh waktu yang lama untuk mengarungi setiap tulisan dari abangda Tomson Silalahi, salah satu senior saya di (organisasi) PMKRI. Tapi cukup memakan waktu bagi saya korban era millenial ini untuk sekedar mengambil jepretan gambar dari beberapa bagian yang paling berkesan untuk saya sendiri. Malah saya sempat meluangkan waktu untuk jepret, mengirimnya ke dalam grup keluarga kami, sampai mengucapkan kata maaf kepada bapak dan mama di kampung halaman, Lampung tercinta sana.

Ya, pada bab 17. Jangan Pernah Berbohong Apalagi Kepada Orang Tua. Rasanya saya kembali bernostalgia pada saat orangtua saya menjadi bahan ajar pada diri saya sendiri dalam menghindari tekanan atas kesalahan yang saya perbuat. Ya saya suka berbohong kepada orangtua, sewaktu remaja. Itu menjadi kebiasaan yang terus menerus saya perbuat sewaktu saya masih remaja. Beruntung berangsur-angsur kebiasaan buruk itu mampu saya tinggalkan.

Lagi, buku “.id - Jejak Pencarian” mampu mengajak saya untuk tenggelam dalam alunan emosional. Apalagi saat saya membaca sebuah bagian PMKRI, asik saja sampai pada titik penekanan, “Kamu punya hutang di PMKRI!” Serius, itu memaksa saya harus berkata kasar. Saya seolah tertampar dengan rasa-rasa bersalah beberapa waktu ini yang belum bisa berbuat banyak untuk wadah paling berpengaruh pada proses belajar saya selama ini.

Buku ini gila, menampar saya berulang-ulang kali. Sementara saya salut dengan setiap gambar yang disajikan secara manual, saya malah mendapatkan tamparan lagi atas gambar yang bertuliskan skripsi, aduhai, ya saya memang suka menunda-nunda pekerjaan. Membagi-bagi pekerjaan. Serakah ingin melakukan banyak hal malah menyampingkan prioritas. Hahaha!

Banyak hal yang saya aminkan pada buku ini. Saya yang sangat suka hal yang berbau dengan psikologi atau pola pikir seseorang, saya merasa menari-nari dengan setiap makna dari tulisan yang sangat menginspirasi di dalamnya. Bukan sekali dua kali, perasaan senang beberapa ajaran cukup baik saya aplikasikan dalam kehidupan ini. Contohnya perihal memaafkan. Saya adalah orang yang paling tidak mau membentuk sebuah konflik dengan orang lain. Jangankan memaafkan, meminta maaf pun saya mau bila itu dirasa perlu demi keharmonisan hubungan dengan sesama manusia.

Buku ini keren, mengingatkan saya pada rahasia yang pernah disampaikan oleh Bapak. “Orang jangan sampai tahu kalau kita sanggup, kita bisa. Itu membuat kamu malah meng-cover-kan segala sesuatu dengan kesombongan” padahal saya tau, itu malah membuat saya bersikap sombong dalam kesederhanaan. Berambisi tinggi, dengan potensi yang dimiliki tapi tetap balut dengan kesederhaan yang membuat saya tidak boleh sombong. Dari situ saya sepakat dengan nasihat perlunya bersyukur di dalam buku tersebut. Saat saya merasa kecewa pada dunia, memaksa saya jangan sampai lupa akan banyak hal lagi yang patut syukuri. Dan saya pikir hal itu juga sejalan dengan bagian “Pernah Kehilangan? Rayakanlah!” karena itu benar-benar terjadi dengan saya. Walau kadangkala, soal “perasaan” keikhlasan paling sulit untuk diperankan. Wajar saja, soal perasaan memang menjadi kesulitan paling jelas terlihat pada kesetaraan gender antara kaum adam dan hawa. Dan saya hawa, yang selalu dianggap sebagai kelas nomor dua setelah kaum adam.

Tulisan di atas hanya bagian curhat colongan saya saja atas kesan yang saya baca dari buku .id - Jejak Pencarian karya kakanda Tomson Sabungan Silalahi, sangat mengispirasi. Pantas saja, dia open minded, asik, dan murah hati. Bukunya saja luar biasa. Hahahaha!

Saya tidak pandai menulis, tapi ya lebih baik daripada tidak sama sakali toh.

3 jam waktu ku untuk membaca dan menuliskan tulisan ini cukup berarti di subuh ini. Thanks.

*Penulis adalah Anggota Biasa (yang tidak biasa-biasa saja) PMKRI Cabang Medan Santo Bonaventura.