Oleh: @tomsonsilalahi
Dari beberapa hari kunjungan ke
Negara Tirai Bambu, saya, bolehlah kiranya menyimpulkan bahwa ternyata Tiongkok
itu biasa-biasa saja.
Sebelum masuk ke yang biasa-biasa
saja, perlu (kalau gak perlu, diperlu-perlukan jak) saya sampaikan mengapa saya
boleh sampai ke Negara yang dikenal dengan Panda-nya itu.
Di tengah perang dagang Tiongkok
dan Amerika Serikat dan isu-isu miring diserbunya Indonesia oleh tenaga asing
dari Tiongkok, pemerintah Tiongkok melalui perwakilannya di Jakarta memberikan
kesempatan kepada mahasiswa Indonesia untuk berkunjung ke Tiongkok melalui
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi entah ada hubungannya atau
tidak. Kesempatan itu ditujukan untuk memperkenlakan budaya dan teknologi
Tiongkok. Dengan harapan mahasiswa Indonesia bisa melihat secara langsung
kemajuan teknologi dan kekayaan budaya Tiongkok, belajar dan mendapat pengetahuan
baru yang kiranya bisa menumbuhkan semangat baru untuk memajukan Indonesia (dan
dunia) menjadi tempat yang lebih baik lagi bagi semua manusia.
Halaman Masjid Sapi. Bangunan inkulturasi budaya Tiongkok. |
Hari pertama sesampainya di
Tiongkok rombongan langsung dibawa ke Masjid Sapi di Jalan Sapi. Sebenarnya
masjid ini bernama Libaisi, namun karena terletak di Jalan Sapi atau Niujie
maka oleh penduduk setempat disebutlah Masjid Sapi atau Masjid Niujie (dimana
Niu artinya Sapi dan Jie artinya Jalan). Dari Masjid, setelah makan siang
rombongan dibawa ke Beijing Zoo, tentu saja ada Panda di dalamnya. Tidak ada
yang terlalu istimewa selain informasi tentang panda yang lengkap. Setelahnya check
in di Beijing River View Hotel.
Pose di depan papan informasi tentang Panda. |
Keesokan harinya, rombongan
dibawa ke Great Wall Jiayogguan. Sebelum
ke Tembok Besar ini, saya pernah mendengar bahwa di tembok ini bau pesing,
lantaran banyak yang kencing di dindingnya. Mungkin bukan di tembok yang ini,
karena di tempat yang kami kunjungi tidak ada bau kencing sama sekali.
Jangankan kencing, sampah pun tidak ada yang kelihatan, kecuali di tempat
sampah ya. Hari itu kami disambut hujan rintik-rintik hingga pemandangan di
sekitar menjadi sedikit berembun. Namun rintik hujan itu tidak mengurangi kemegahan
benda bersejarah yang sedang kami lihat itu. Tergaum-kagum dan terheran-heran
(tapi ndak sampai makan sayur kol kok, sayur kolnya ada setiap kami makan saja)
tidak hanya karena begitu kokohnya tembok itu juga karena belum percaya karena
bisa menginjakkan kaki di tembok bersejarah itu.
Untuk itu, sebelum saya lanjutkan
cerita ini, saya harus berterima kasih kepada semua pihak yang telah mewujudkan
study tour ini bisa saya ikuti. Terima kasih kepada Bapak Mohamad Nasir,
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Republik
Indonesia, Bapak Duta Besar Abdul Wahid Maktub, Staff Khusus Menristekdikti,
Bapak Didin Wahidin, Direktur Kemahasiswaan, Ibu Tiomega Gultom, Kepala
Subdirektorat Penyelarasan Kebutuhan Kerja), Bapak Ismet Yusputra, Kasubdit
Kesejahteraan dan Kewirausahaan. Terima kasih banyak juga kepada Kedutaan Besar
RRT, Ms. Li Chen yang setia mendampingi kami dari awal keberangkatan (bahkan
sebelumnya) sampai pulang ke Indonesia kembali. Terima kasih atas pendampingan
dan arahan-arahan dari Ms. Ma Ningning, CRI, Mrs. Li dan Mrs. Lin dari China
Performing Arts Agency, Ibu Ivana Tobing Dosen Pembimbing dari UNJ yang selalu
setia memberikan kami informasi yang sangat bermanfaat selama tinggal di
Tiongkok. Kami yang masih harus belajar banyak ini harus mengakui: tanpa kalian
kayaknya kami tidak bisa pulang ke Indonesia dengan hati riang gembira.
Kesabaran dan bimbingan kalian tidak bisa kami bayar, semoga kebaikannya
dibalas oleh Yang Kuasa. Maafkan jika kami selalu membuat kalian waswas selama
di sana.
Dari Great Wall Jiayogguan rombongan dibawa ke Lapangan Tian’anmen dan Forbidden City. Lapangan Tian’anmen
ini terletak di pusat Kota Beijing. Lapangan ini merupakan lapangan terluas di
dunia saat ini. Setiap hari ada upacara penaikan dan penurunan bendera di
lapangan ini oleh tantara kehormatan. Selama di lapangan ini, jangan coba-coba
mengibarkan poster, spanduk, iklan dan semacamnya, tidak diperbolehkan.
Sedangkan Forbidden City
sangat dekat dengan Lapangan Tian’anmen ini, biasanya para pengunjung ke
Lapangan dulu baru kemudian ke Forbidden City. Forbidden City merupakan
istana kerajaan selama periode Dinasti Ming dan Qing. Kota ini juga dikenal
sebagai Museum Istana, memiliki luas sekitar 720.000 meter persegi. Oleh UNESCO
sudah mendapat pengakuan sebagai situs warisan dunia pada tahun 1987 karena
(bangunannya) merupakan koleksi terbesar struktur kayu kuno di dunia. Tentu
saja istana ini tidak lagi ditempati, karena Tiongkok sudah berubah dari
Kerajaan ke Republik.
Hari selanjutanya, sebenarnya
sudah dijadwalkan akan berkunjung ke Huawei Tecnologies Co. Ltd. tapi akhirnya
rombongan dibawa ke Beijing Perfect World dan Perfect World Entertainment. Perusahaan
Games besar di Tiongkok dan Industri Hiburan ini sudah menguasai pasar di
Tiongkok. Awalnya digagas oleh 10 orang muda yang baru tamat kuliah dan
akhirnya bisa sukses karena kegigihan dan mimpi besar mereka. Sekarang
karyawannya sudah mencapai angka 200.000 orang (kalau tidak salah dengar). Nama
Perfect World dimulai dari mimpi anak-anak muda ini untuk menciptakan
dunia yang sempuran di mana setiap orang bahagia karena bisa memerankan apa
saja yang mereka mau tanpa ada halangan.
Dari Perfect World
rombongan dibawa ke National Library of China. Perpustakaan ini
merupakan perpustakaan terbesar di Asia dan salah satu perpustakaan terbesar
dunia. Memiliki koleksi lebih dari 35 juta unit termasuk koleksi sastra
Tiongkok dan dokumen bersejarah yang terbesar di dunia. Setiap orang bisa
membaca di perpustakaan ini dengan mendaftar menjadi anggota perpustakaan. Yang
luar biasa di perpustakaan ini adalah terintegrasinya seluruh dokumen di satu
server, sehingga secara real time pengunjung bisa tahu buku-buku apa
yang sedang banyak dibaca pengunjung, berapa orang yang sedang berkunjung,
jumlah pemakai yang sedang online di perpustakaan online-nya, kata kunci
apa yang sedang banyak dicari di perpustakaan itu. Selain itu, perpustakaan ini
terintegrasi juga dengan perpustakaan-perpustakaan di semua provinsi di
Tiongkok, yang tidak kalah seru, para pengunjung disediakan minuman gratis yang
tentu saja harus diambil sendiri.
Setelah dari Perpustakaan
rombongan dibawa ke Peking University, universitas terbaik di Tiongkok.
Universitas ini menampung orang-orang terbaik di Tiongkok dan dunia. Ada banyak
mahasiswa internasional yang menggali ilmu di universitas ini. Pada tahun 1920
universitas ini telah menjadi pusat untuk pemikiran progresif. Universitas ini
telah membedakan dirinya dalam hal kebebasan intelektual dan telah
diproduksi dan mengundang banyak pemikir modern dan menonjol di Tiongkok,
termasuk Mao Zedong. Selain itu terkenal juga karena keindahan arsitektur
tradisional Tiongkok bangunannya. Di tengah-tengah kampus ada danau, banyak
ikan di dalamnya, dan sampai saat ini nama danau ini belum ada, kalau kamu
diminta untuk menamainya, nama apa yang akan kamu buat? Hehehe.
Setelah itu rombongan dibawa ke
panggung teater. Pertunjukan akrobatik yang sangat epik dan meneganggkan serta
lucu di beberapa kesempatan pertunjukannya membuat para pengunjung tidak sadar
kalau-kalau sudah selesai. Untuk harga 500 RMB kiranya cocoklah, apalagi
dibayarin, lol. Dan hari itu perjalanan ditutup dengan makan malam.
Hari berikutnya rombongan dibawa
ke International Horticultural Exhibition 2019 (Beijing Expo 2019).
Banyak pengunjung eksebisi membuat suasana menjadi begitu ceria dan riuh. Satu
hari tidak cukup rasanya untuk melihat-lihat pameran yang memanjakan mata. Sekali
lagi, saya terheran-heran menyaksikan semua yang saya lihat. Pada pameran ini
antara teknologi dan alam dipadukan menjadi perpaduan yang menakjubkan.
Ternyata teknologi tidak selamanya berdampak negatif terhadap lingkungan,
justeru teknologi bisa digunakan untuk melestarikan lingkungan yang lebih
bersih dan sehat. Dalam pameran ini, tidak lupa Tiongkok memperkenalkan produk
5G oleh Telecom Tiongkok. Ada robot yang bisa mengikuti gerak manusia dan beberapa
kecerdasan buatan lainnya dipamerkan di sana.
Setelah dari pameran itu
rombongan dibawa ke Wangfujing Street. Rombongan bisa melihat pasar
tradisional bersanding dengan pasar modern di sana. Sambil melihat-lihat barang
yang ditawarkan anggota rombongan juga melihat-lihat isi kantong kalau-kalau
ada barang yang bisa dibeli dengan harga yang pantas. Kalau ke pasar ini jangan
lupa menawar, harus malah, biasanya harganya dipatok mahal agar ditawar (sama
seperti pasar-pasar tradisional di belahan dunia lainnya). Kalau tidak ditawar,
ya mereka untung banyak, tidak apa juga kalau sedang banyak duit.
Dari Beijing rombongan dibawa ke
Provinsi Hebei pada hari selanjutnya. Sebelum ke sana, rombongan dibawa ke
Kedutaan Besar RI di Beijing. Bersilaturahmi dengan Wakil Kepala Perwakilan (Deputy Chief Mission) Duta Besar RI di
Tiongkok. Di sini rombongan diinformasikan bahwa banyak beasiswa pemerintah
Tiongkok yang diberikan ke masyarakat Indonesia setiap tahunnya, bisa mencapai
4.000 orang. Bagi yang ingin kuliah di Tiongkok ada beasiswa S1 sampai S3,
semua biaya ditanggung pemerintah Tiongkok. Dari Ibu DCM, mereka lagi
membutuhkan staf di sana, tapi harus bisa bahasa Mandarin ya, sok dilamar,
kunjungin website mereka.
Selama hampir 4 jam perjalanan
dengan bus akhirnya rombongan sampai di Hebei. Tempat pertama yang dikunjungi
adalah pabrik susu terbaik di dunia. Dengan mengimpor mesin-mesin terbaik dunia
termasuk Jerman, pabrik ini mampu menjadi pabrik susu terbaik. Kerbaunya
diimpor dari Australia. Produknya beragam dari yogurt sampai ke susu bubuk.
Dari hulu ke hilir semuanya dipegang oleh perusahaan Junlebao.
Setelah itu rombongan dibawa ke
Hebei Normal University. Menginap di hotel terdekat HNU, akhirnya rombongan
makan malam dan istirahat setelah perjalanan panjang hari itu.
Pagi harinya, romongan melakukan
diskusi dengan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Tingkok dan
dosen-dosen HNU. Setelah diskusi, rombongan dibawa mengelilingi kampus dan
memperkenalkan sejarah kampus hingga menjadi kampus ternama di Tiongkok. Hal
yang mengagumkan bagi saya yang sering luput dari perhatian kita di Indonesia
adalah, kepedulian mereka mengarsipkan semua dokumen-dokumen kampus.
Patung Mamut terdapat di Museum Hebei. |
Kepala dan Belalai Mamut yang digali dari sekitar sungai Kuning (Mamut dipercaya hidup di daratan Tiongkok sekitar 2 juta tahun yang lalu). |
Dildo ternyata sudah digunakan sejak zaman dahulu, menurut kalian kenapa? |
Lentara Minyak dari Dinasti Han abad ke-2 SM. |
Setelah mengelilingi kampus,
rombongan dibawa ke Hebei Museum. Museum yang sangat canggih dan tertata rapi.
Informasi disediakan melalui audio yang bisa kita dengar melalui headset
yang disediakan di museum. Artefak-artefak yang ada di museum ini diangkat
salah satu dari Sungai Kuning. Satu jam merupakan waktu yang sangat singkat
untuk mengelilingi museum ini. Ada banyak hal yang perlu dipelajari dari museum
ini. Lagi-lagi teknologi sangat berperan untuk mempercanggih citra museum ini.
Hari berikutnya, rombongan
kembali ke Beijing menggunakan kereta cepat. Sekitar 1 jam rombongan sudah
sampai di Beijing. Setelah itu langusng ke Bandara Beijing dan bertolak ke
Indonesia.
Nah, apakah yang biasa-biasa itu?
Mungkin ini tidak merepresentasikan Tiongkok secara keseluruhan karena
rombongan hanya mengunjungi dua kota besar saja, namun kiranya sudah bisa
menggambarkan sekilas tentang Tiongkok.
Ada beberapa hal yang biasa-biasa
saja di Tiongkok. Pertama meraka sudah biasa tidak melihat sampah berserakan di
jalanan. Kedua, orang Beijing sudah biasa tidak melihat bintang di langit
karena polusi yang sangat tinggi. Ketiga, pengendara motor dan mobil sudah
biasa mendahulukan pejalan kaki walau ada beberapa yang mungkin sedang
buru-buru hingga tidak memberikan jalan. Keempat, orang Tiongkok sudah biasa
dengan barcode. Di semua tempat kita akan menemukan banyak barcode untuk
melakukan banyak transaksi, dari pasar modern sampai kios-kios kecil yang
tersebar di Tiongkok. Kelima, mereka sudah biasa tidak bergantung pada mbah Google
dan semua produk Google, Facebook, Instagram, Whatsapp, karena apa? Karena
mereka sudah mandiri, mereka punya platform sendiri, sangat mandiri bukan? Tidak
heran mereka sekarang disegani (bahkan ditakuti) banyak negara sekarang.
Salah satu peringatan di atas tempat kencing toilet pria di Museum Hebei, ditulis: A small step forward one step civilization. Wah dong! |
Satu hal yang kurang baik di
Tiongkok adalah toiletnya. Tapi mereka sudah berusaha untuk memperbaiki citra
(memiliki toilet terjorok) buruk itu. Hal ini diafirmasi dengan adanya rating
toilet baik di Kota Terlarang oleh pengunjung. Semoga sekali lagi kita ke sana,
toiletnya sudah jauh lebih baik. Dan kita yakin itu pasti gampanglah untuk
dicapai. Tapi toilet di Indonesia juga masih kurang bagus kok, di beberapa
tempat, entah karena si empunya tanggungjawab yang tidak menjalankan tugasnya
dengan baik atau orang-orang Indonesia yang masih suka serampangan memakai
toilet. Tiongkok sudah bertekat memperbaiki citranya dari hal-hal kecil, kita
kapan? Yuk mulai dari diri sendiri.
PS: Pengalaman selama di Tiongkok juga akan saya buat dalam bentuk Video dan akan dipublish di YouTube chanel saya, silakan klik link di atas untuk video pertamanya.
Tonton video reaksi/review makanan-makanan aneh dari Tiongkok di bawah ini:
(PART 1)
(PART 2)
KOMENTAR