Gambar dari CNBC Indonesia |
Oleh: Putra Jaya Raya Saragih*
Corona Virus (Covid-19) pertama kali berasal dari Wuhan China diakhir
November 2019, pada bulan Januari 2020 adalah awal penularan terbesar di Wuhan dimana menembus 102.257
kasus positif terinfeksi, kendati menewaskan 3.492 orang, kondisi pasien pulih
50% dari keseluruhan kasus atau 57.659 dinyatakan sembuh.
Penularan virus corona terus
meningkat dengan sangat cepat menular hinga ke berbagai negara. Menurut data dari
Wordometers update 17 Maret 2020, jumlah Negara terpapar Covid-19 sudah
mencapai 163 Negara, jumlah terinfeksi terbesar di Cina, Italia, Iran, Spanyol,
Korea, Jerman, US, dst. Konfirmed Covid-19 di 69 Negara berjumlah diatas 50
orang. dan 83 Negara lainnya dibawah 30 orang jumlah positif Covid-19. Indonesia berada di
urutan ke 43 dengan jumlah 134 Positif Covid-19, 5 orang meninggal , 8 orang sembuh dan 121 orang dalam perawatan.
Dari 163 negara terebut, 182.598
kasus positif terinfeksi, 7.171 (4%) meninggal dan 79.881(44%) sembuh, artinya
ada sekitar 66 % lagi yang sedang dalam perwatan. Tingkat kematian Covid-19
masih lebih kecil dibandingkan dengan epidemi MERS 34,4% (2012-2019), SARS 9,6
% (2002-2003). Tapi kenapa kita kesannya sangat kawatir menghadapi Covid-19 padahal
Negara kita telah perna mengalami virus flu burung tahun 2005-2006 dengan tingkat kematian 70 %? Ada apa dengan Covid-19?
Penularan Covid-19 begitu cepat,
virus ini mampu menular dari satu orang ke banyak orang tanpa terlihat gejala
terinpeksi pada orang tersebut telebih dalahu. Virus ini dapat menular melalui
sentuhan, pernapasan, dan mata. Kebiasaan tidak mengarantina diri saat
sakit akan memperburuk keadaan, karena
kemungkinan akan menularkan virus ke orang lain. Sehingga, tidak butuh waktu
yang lama, orang disekitar dapat terpapar virus yang sama.
Selain penyebaran Covid-19 yang
begitu cepat, penyebaran hoax terhadap virus ini lebih cepat lagi bahkan
mengalahkan kecepatan virus itu sendiri berkali-kali lipat. Akibatnya kita
terlalu kawatir, reaktif, salah mengambil tindakan bahkan menimbulkan masalah
baru. Seperti contoh, selang satu hari setelah Presiden Jokowi mengumumkan
Indonesia positif corona, beberapa warga sangat kawatir dan rame –rame
memborong bahan makanan, berebut masker, di sejumlah Mall/mini market di DKI
Jakarta dan Jawa barat seolah kita gagap dalam menghadapi Covid-19.
Covid-19 adalah masalah serius,
dia menyebar dengan begitu cepat dan reaktif, kana itulah kita baiknya hadapi
dengan tenang, kritis dan bersatu hadapi Covid-19. Melalui spirit goodwill
dalam berbagi, penulis mencoba menuangkan pemikiran dalam menghadapi artikel,
semoga boleh bagian dari solusi.
Bagaimana menangkal hoax Covid-19?
yang lebih menyeramkan adalah virus ketakutan, yang tersebar begitu cepat. Ditengah
distrupsi informasi, berita benar beredar disalip lebih cepat dengan hoax, secara tidak sadar, kadang kita
telah ikut menyebarkan hoax tanpa meng-kroscek terlebih dahulu ke berbagai
sumber terpercaya. Jika anda menyadarinya, segeralah konfirmasi atau
menghapus hoax yang terlanjur anda share.
Hoax, yang bisanya dalam bentuk
singkat, begitu meyakinkan, jangan mudah percaya. Segeralah cek kebenaranya,
bandingkan dengan info yang ada di kementrian kesehatan, media nasional, atau
cek keakuratan sumber berita yang dicatut. Selain itu, Hoax juga kerap disebar
melalui meme. Meme yang kesannya lucu, yang biasanya memplintir berita benar
menjadi lelucon menjadi misleading (menyesatkan), dan menyuburkan hoax yang
sedang beredar.
Salah satu menangkal hoax adalah
dengan mengetahui landscape yang lebih luas terkait Covid-19 melalui membaca
media nasional (kompas, Tempo, CNN, MI, dll) dan media asing (BBC news,
Guardian news, wordometers, CNA, dll). Dengan mendapat informasi dari banyak
sumber, secara otomatis critical thinking atau nalar kita semakin aktif memilah
mana berita yang benar atau hoax. (untuk media asing, jangan kawatir Bagi yang
belum terbiasa, google akan membantu anda).
Humanisme dan budaya baru
Dari segi medis dalam hal
penanggulangan Covid-19 sudah cukup jelas, kita cukup mematuhi protocol kesehatan
dari WHO yang telah dibumikan pemerintah dengan berbagai kebijakan. Kita layak
mengapreasiasi kerja keras pemerintah dalam menghadapi Covid-19 melalui
tindakan yang koopertif, mengendalikan diri, bersatu lawan pandemic Covid-19.
Kita tidak tau kapan dan dimana
Covid-19 sedang berada, yang dapat kita lakukan memulai pencegahan dari diri
sendiri, yakni menjaga Imun tubuh
melalui konsumsi vitamin C, makanan bergizi, menjaga cairan tubuh dan
stamina tubuh. Menjaga kebersihan, dan menghindari kerumanan banyak orang.
Virus corona sedang mendesak
manusia agar bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri tanpa berdampak
negative pada orang lain. Contohnya adalah disiplin hidup bersih dan berhemat. Yang
sebelumnya kita bebas melakukan apa saja, berpoya-poya, dan lain-lain, sekarang
kita harus menahan diri untuk melakukan semua yang kita suka. Dia (Covid-19)
memaksa kita untuk melakukan perubahan besar, beradaptasi aturan main Covid-19.
Dia memaksa kita untuk saling menjaga satu sama lain, kalau tetap egois, dan
tidak peduli sama orang lain maka semua akan menanggung resikonya.
Dalam hal ini setiap orang harus
mawas diri, mencari informasi yang cukup sehingga kita lebih tenang dan tidak
gegabah dalam bertindak. Selanjutnya, harmonikan irama untuk melawan Covid-19.
Dengan sadar dan desakan dari dalam diri mulailah melakukan isolasi mandiri, terutama
bagi yang sedang kurang sehat seperti flu, demam, pneumonia, atau penyakit
pernapasan lainnya, untuk mengurangi resiko penularan virus korona. Mulai menerapkan hidup bersih, rajin cuci tangan,
dan untuk sementara menunda berjabat tangan, bepergian jika tidak penting.
Berbagai masalah yang dihadapi
oleh manusia awal tahun 2020 ini mulai dari Banjir besar Jakarta, Kebakaran
hutan terbesar di Australia, Banjir di dubai, Badai di Amerika, Ratusan juta
belalang serbu Afrika hingga Covid-19
adalah teka-teki yang kian delum dapat solusinya. Datang menyerang manusia di
segala tempat, tanpa memperhatikan apakah itu tempat suci, pasar tradisonal,
mall, pariwisata, dll. Serangkaian
peristiwa itu ibarat membuka tabir, menembus sekat-sekat yang dibangun oleh
manusia dengan kekuatan Agama hingga ekonomi.
Secara husus Covid-19 yang nyata
didepan banyak warga dunia (163 Negara), dia sedang menguji kualitas humanisme
warga dunia, kita seolah diingatkan bawah Kemanusiaan (Humanisme) harus
ditumakan, Kekuatan Iman (agama) dan
kekuatan ekomomi mesti digunakan untuk memperkuat rasa kemanusiaan, bukan untuk
memecah belah, saling serang, atau mengambil kesempatan untuk memperkaya diri/kelompok
ditengah-tengah bencana atau pun (ke depan) tidak memperkaya diri dengan
mengabaikan nilai nilai kemanusiaan. Inilah tantangan kemanusiaan saat ini,
apakah kita mampu? Pasti, jika ada kemauan.
Apakah kehadiran Covid-19 membawa
kita ke peradaban baru? Sementara, banyak terjadi perubahan tata cara secara
besar besar, beberap Negara lockdown, sebagaian besar Negara menagguhkan
kegiatan keagamaan, olah raga hingga meliburkan sekolah dan mengahabiskan lebih
banyak waktu di rumah. Di Indonesia, Pemerintah telah menerapakan belajar jarak
jauh, rapat terbatas cabinet jarak jauh, pegawai sebagian bekerja dirumah,
semua connected by internet. Pemerintah mendorong Masyarakat agar mengurangi
aktivitas dari keramaian dan memperbanyak aktivitas dirumah. Seperti: Ibadah,
bekerja, belajar, dari rumah.
Beberapa Kampus telah meliburkan
mahasiswanya, semua pembelajaran jarak jauh, Ujian, magang dan beberapa
kegiatan lain ditunda, hingga Anak asrama dianjurkan pulang kerumah. Contohnya,
dalam surat edaran UI kepada mahasiswa dalam menginplementasikan Pembelajaran
jarak Jauh (PJJ) meminta Mahasiswa/I yang menghuni Asrama UI dan Rumah kost di sekitas Kampus UI
untuk pulang kerumah orangtua masing
masing. Kebijakan yang sama juga
dilakukan oleh Kampus IPB. Dan sangat
besar kemungkinan akan diikuti oleh kampus lain.
Penulis tidak mau mengatakan
kebijakan untuk meminta mahasiswa pulang kekampung masing-masing sudah tepat
atau tidak. Pihak Kampus IPB dalam surat edarannya meminta bagi mahasiswa yang
sakit agar berobat ke rumah sakit terlebih dahulu, dan pulang setelah benar
benar sehat. Mengingat penyebaran virus
corona yang begitu cepat, dan virus dapat menular tanpa menunjukkan gejala, terutap
yang Imun tubuhya kuat. Kekwatiran yang muncul adalah mahasiswa yang pulang ke
rumah orang tua masing masing berpeluah membawa virus (carrier) jika ini
terjadi maka penyebaran virus justru semakin cepat.
Keputusan meminta mahasiswa
pulang ke rumah orang tua, akan meningkatkan arus mudik dan ini sedikit
berlawanan dengan anjuran pemerintah untuk mengurangi perjalan dengan tetap
tinggal di rumah. Bukankah bagi mahasiswa, kos atau asrama adalah rumah kedua
baginya? Tinggal di kos atau asrama untuk lebih konsentrasi belajar adalah
keputusan yang lebih tepat.
Pun demikian, kebijakan itu telah
dikeluarkan oleh beberapa pihak Universitas. Maka pihak kampus harus memastikan
Mahasiswa yang pulang benar-benar sehat, dan pemerintah daerah melakukan
pengecekan ulang (antisipasi), bagi mahasiswa yang pulang juga harus mematuhi
protokol kesehatan dari pemerintah maupun kampus terkait. Dalam hal ini butuh
kerja sama yang baik, antar pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga ke
masyarakat.
Kita tidak tau apa yang terjadi
setelah novel Covid-19 ini, yang pasti sesuatu yang baru akan hadir dan kita
harus siap. Sejumlah permasalahan di berbagai bidang akan turut mengikutinya, kesehatan,
ekonomi, politik, pendidikan, dll. Keempat hal ini harus dikelola dengan
hati-hati oleh pemerintah dan segenap masyarakat. Di atas segala itu, nilai
kemanusiaan adalah benang merah penyeimbang keempat permasalahan di atas,
dengan mengedepankan nilai kemanusiaan ini demi kebaikan bersama.
Lebih tenang, jaga diri, saling
menjaga, kita pasti bisa. Semoga!
*Penulis adalah Ketua Presidium PMKRI Pematangsiantar periode 2017-2018
KOMENTAR