Oleh: Alfon Hutabarat*
Pria yang kerap disapa Ayah tersebut memasukkan unsur romantisme percintaan ala anak muda medio 90-an dalam ceritanya tersebut.
Saya termasuk orang yang telah membaca semua bukunya. Dilan: Dia adalah Dilanku 1990, Dilan: Dia adalah Dilanku 1991, dan Milea: Suara Dari Dilan. Walaupun hanya membaca melalui e-book atau buku elektronik tetapi kesan pertama yang hadir terhadap narasi cerita dan gaya bahasanya sangat ringan dan mudah dicerna. Wajar saja banyak digemari sebagai bacaan anak muda yang lebih tak ingin berpikir berat.
Banyak kesan positif yang terpancar dari kisah mereka. Tak jarang banyak pula yang percaya bahwa kisah tersebut benar-benar pernah terjadi. Dan misteri itulah yang menambah keseruan menguliti kisah Dilan dan Milea. Banyak spekulasi muncul mengenai siapa sebenarnya Dilan. Ada yang bilang kisah Dilan merupakan kisah Pidi Baiq itu sendiri. Sebagian menguatkan argumen bahwa nama Dilan diambil dari Bob Dylan. Tokoh Idola pria yang sering dipanggil Ayah tersebut. Bahkan di Twitter pernah beredar foto Lia atau Milea yang asli saling balas mention dengan Pidi Baiq. Wajahnya cantik seperti blasteran luar negeri. Ah, yang pasti kisah mereka selalu menarik perhatian.
Saya termasuk yang kepo dengan sejarah. Bahkan sampai mencari tahu di YouTube, sekolah mana di Buah Batu yang dekat dengan gereja, tempat Dilan pernah bersembunyi dari gerombolan geng motor yang ingin mengincarnya. Dan SMA Negeri 8 Bandung mungkin sekolah paling mendekati jika dianalisis. Yah, saya memang segila itu jika berhubungan dengan kisah atau sejarah yang menarik.
Tapi kali ini saya akan mencoba untuk berlaku adil dan objektif. Walau sesuka itu dengan kisah tersebut. Ada hal yang lebih penting yang rasanya harus dikuliti.
Pertama. Dalam buku Dilan 1990, Digambarkan Dilan dan Milea sama-sama anak seorang tentara. Dilan anak Letnan Ical yang terkenal dan disegani karena sering pulang pergi perang, salahsatunya ke Timor Timur (sekarang Negara Timor Letse). Ayah Milea pun tentara. Kemungkinan besar keduanya berasal dari Angkatan Darat. Dan kita bisa lihat, bahwa di dalam alur cerita tersebut Pidi Baiq mencoba menggambarkan bagaimana situasi sosial ekonomi keluarga aparat. Memang pada masa itu, ABRI terutama tentara mempunyai keistimewaan tersendiri. Di zaman orde baru tentara bahkan boleh memegang jabatan sipil hingga memiliki fraksi khusus di DPR. Keistimewaan ini dikenal dengan Dwi Fungsi ABRI.
Tentara dan Polisi tidak hanya mengurusi HanKam (Pertahanan Keamanan) tetapi juga mengurusi SosPol (Sosial Politik).
Lantas, jangan heran Dilan yang sering kali keluar masuk penjara karena ulahnya, bisa memiliki impunitas dengan menjual nama Ayahnya. Walaupun dalam beberapa kasus, Ayahnya, yaitu Letnan Ical bertindak cukup bijak dengan menginstruksikan agar Dilan ditahan saja biar Ia jera.
Lalu ada lagi cerita ketika Milea yang menyapa ayahnya yang tengah duduk di teras sambil membersihkan senapan mesinnya. Ketika ditanya darimana semalam, Ayahnya menjawab bahwa Ia baru selesai berburu "tikus" tadi malam. Bagi sebagian orang mungkin tidak terlalu memperhatikan scene ini. Tapi ada sedikit spekulasi yang hadir ketika kita mendengar jawaban tersebut.
Yang pertama adalah jika kita menganggap kata "tikus" sebagai binatang pengerat maka akan menjadi aneh seorang tentara malam-malam pergi membawa senjata tajam hanya untuk membunuh hewan pengerat. Jelas itu bukan tupoksi tentara. Bisa jadi itu urusan petugas kebersihan kota.
Yang kedua, siapa yang hari gini membunuh tikus menggunakan senjata api, kecuali "tikus" yang dimaksud adalah preman-preman yang meresahkan warga.
Baca juga: Black Panther (Bukan Tentang Dilan)
Ya, pada masa itu memang terkenal yang namanya Petrus a.k.a Penembak Misterius. Pada masa itu banyak mayat bergelatakan di jalan seperti keadaan para pengedar dan pengguna narkoba pada rezim Duterte di Filipina. Tugas Petrus ini adalah membunuh orang-orang yang dicap meresahkan a.k.a preman jalanan. Petrus disinyalir merupakan proyek bersih-bersih yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menggunakan aparat sebagai subjek pengendali hama pada interval tahun 80-90an. Dan kemungkinan ayah Milea salahsatunya.
Yang pertama adalah jika kita menganggap kata "tikus" sebagai binatang pengerat maka akan menjadi aneh seorang tentara malam-malam pergi membawa senjata tajam hanya untuk membunuh hewan pengerat. Jelas itu bukan tupoksi tentara. Bisa jadi itu urusan petugas kebersihan kota.
Yang kedua, siapa yang hari gini membunuh tikus menggunakan senjata api, kecuali "tikus" yang dimaksud adalah preman-preman yang meresahkan warga.
Baca juga: Black Panther (Bukan Tentang Dilan)
Ya, pada masa itu memang terkenal yang namanya Petrus a.k.a Penembak Misterius. Pada masa itu banyak mayat bergelatakan di jalan seperti keadaan para pengedar dan pengguna narkoba pada rezim Duterte di Filipina. Tugas Petrus ini adalah membunuh orang-orang yang dicap meresahkan a.k.a preman jalanan. Petrus disinyalir merupakan proyek bersih-bersih yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menggunakan aparat sebagai subjek pengendali hama pada interval tahun 80-90an. Dan kemungkinan ayah Milea salahsatunya.
Dilan pada Buku ke 3 "suara dari Dilan" juga sempat menyinggung bahwa Ia sempat kehilangan salahsatu temannya, seorang preman pasar yang tiba-tiba terbunuh atau hilang.
Lalu kita bilang Romantis. Wajar jika banyak yang bilang begitu karena Dilan seolah-olah merepresentasikan seorang Pria yang mampu melindungi. Seorang Panglima Perang wajar saja dianggap keren. Ia punya kekuatan yang artinya Ia dapat memanfaatkan relasi kuasa-nya untuk memanjakan Milea. Tapi tidak semua hal yang seperti itu keren dan romantis. Di satu sisi Dilan terlalu memposisikan Milea sebagai wanita yang 'lemah'. Memberikan hadiah Teka-Teki Silang yang sudah terisi adalah contohnya. Dia tidak ingin Milea repot-repot untuk mengisi Teka-Teki Silang tersebut. Yang secara tidak langsung memberi kesan bahwa Milea adalah gadis bodoh dan dia tidak ingin Milea berfikir. Padahal kita tahu TTS itu sangat baik untuk melatih kemampuan otak. Kecuali TTS Cak Lontong yang cenderung bikin emosi!!!
Ada lagi momen ketika Dilan bilang ke Milea "jangan bilang padaku ada yang menyakitimu, nanti orang itu akan hilang". Jelas sekali Dilan gak paham bahwa manusia hidup di dunia pasti akan merasakan sakit. Baik sakit fisik maupun mental. Dan kata-kata tersebut hanya membuktikan bahwa Milea adalah orang yang tak mandiri. Tak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Dan ancaman yang disampaikannya pun sangat mirip dengan ancaman yang berlaku saat itu, ancaman khas orde baru: "Hilang". Seperti para aktivis 98 terutama Wiji Thukul.
Lantas kita bisa menangkap bahwa Dilan tak seromantis itu. Dia juga anak zaman. Kisah percintaannya dibumbui Orde Baru. Dan bisa jadi Pidi Baiq secara sengaja mencoba menggambarkan realita sosial yang ada pada masanya.
*Penulis adalah Ketua Presidium PMKRI Cabang Padang.
*Penulis adalah Ketua Presidium PMKRI Cabang Padang.
KOMENTAR