Oleh: Asrida Sigiro*
Konferensi pers
Presiden Joko Widodo di Istana Presiden, Jakarta Pusat pada Senin (2/3/2020)
yang menyatakan bahwa dua warga Indonesia masing-masing berusia 64 tahun dan 31
tahun adalah warga negara Indonesia pertama yang tinggal di Indonesia yang
positif terinfeksi Corona Virus Disease
(COVID-19) atau virus corona membuat geger publik.
Virus yang berasal
dari Wuhan tersebut telah diubah status penularannya dari Public Health Emergency International Concern menjadi status
Pandemi, pada kamis, (12/3/2020) oleh World
Health Organization (WHO). Sejak kabar terjangkitnya dua warga negara
Indonesia tersebut, penyebaran positif terjangkit COVID-19 semakin hari semakin menanjak di wilayah
Indonesia.
Dalam pencegahan
semakin maraknya penyebaran virus tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Nadiem Anwar Makarim akhirnya menerapkan kebijakan berupa mengeluarkan Surat
Edaran untuk lingkungan Kemendikbud dan di lingkungan satuan pendidikan. Salah
satu isi Surat Edaran tersebut adalah mengintruksikan proses melakukan
pembelajaran secara daring dari rumah bagi siswa dan mahasiswa.
Pegawai, guru, dan
dosen juga melakukan aktivitas Bekerja Dari Rumah (BDR). Sistem pembelajaran
seketika berputar. Kurikulum tidak lagi menjadi capaian yang harus ditempuh
dalam jenjang pendidikan. Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD),
materi ajar semuanya tidak akan terimplimentasikan dalam Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM). Proses daring jelas tidak mampu menyetarakan bagaimana proses
belajar-mengajar seyogyanya berjalan, sekalipun ini zamannya teknologi canggih
juga tidak bisa optimal.
Baca juga: Manusia-manusia Tidak Berguna
Lima puluh enam
(56) hari efektif belajar berjalan di sekolah, sebelum kemudian diberlakukannya
belajar daring, jelas belum cukup dan belum efektif bagi guru dalam
menyelesaikan tabulasi penilaian untuk Semester Genap 2020 ini. Apalagi untuk
mereka siswa-siswa yang sedang duduk di kelas enam (6), sembilan (9) dan kelas
dua belas (12). Namun, pandemi ini telah mengubah sistem pendidikan sebagaimana
semestinya.
Tidak ada Ulangan
Harian (UH), Penilaian Tengah Semester (PTS), Penilaian Akhir Semester (PAS),
bahkan Ujian Nasional (UN) tahun 2020 yang anggarannya mencapai ratusan miliar
juga ditiadakan. Hal tersebut pastinya juga mengubah sistem penilaian atau
kriteria standar kenaikan kelas bahkan standar kelulusan, seperti yang
dicanangkan oleh Kemendikbud.
Peran guru dalam
pandemi ini pastinya tidak kalah penting dengan Tim Medis yang menjadi garda
terdepan dalam penanggulangan dan pencegahan COVID-19, mengingat pendidikan
merupakan salah satu hal yang terpenting dalam keberlangsungan suatu negara.
Guru juga harus menjadi garda terdepan untuk tetap menjaga dan mempertahankan
stabilitas pendidikan. Benar adanya seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Nadiem Anwar, dalam pidatonya pada HUT-PGRI ke-74, menjadi
seorang guru adalah pekerjaan yang tersulit sekaligus yang paling mulia.
Pendidikan harus
tetap berjalan, pelajar harus tetap belajar, serta guru akan tetap mengajar,
meskipun secara daring. Guru adalah acuan siswa bahkan orangtua siswa dalam
proses belajar daring. Komunikasi guru terhadap siswa dan orangtua siswa tidak
boleh terputus, siswa harus tetap
merasakan kehadiran sosok guru dan guru harus tetap memberikan
pembelajaran yang terbaik.
Sebagai pengajar
di Sekolah Dasar (SD) ada tantangan khusus yang dihadapi. Guru harus mampu lebih
berinovasi, mengingat yang dihadapi adalah anak-anak yang berusia di bawah 12
tahun. Guru berupaya untuk men-design
dan membuat proses pembelajaran semenarik mungkin agar siswa merasakan happy dalam menjalani belajar daringnya,
seperti menggunakan media video dalam proses penyampaian materi belajar. Ada
kalanya melalui media video guru mengajak siswa bernyanyi, berdoa, ibadat
singkat, mengajak siswa untuk mengimplementasikan cara mencuci tangan yang baik dan benar dan lain sebagainya. Hal
tersebut dilakukan agar siswa yang berusia dini tersebut tidak merasa tertekan
dan masih bisa merasakan proses kegiatan belajar-mengajar sebagaimana biasanya
berlangsung di sekolah. Belajar daring
yang menyenangkan adalah upaya guru agar imun siswa tetap terjaga untuk mampu
melawan penyebaran infeksi COVID-19 ini.
Siswa Sekolah
Dasar zaman sekarang memang
sudah melek penggunaan gadget atau Hand Phone (HP) Android, akan
tetapi mereka belum sepenuhnya memahami dalam penggunaan aplikasi-aplikasi
tertentu. Mereka mayoritas belum memahami secara optimal dalam menggunakan aplikasi-aplikasi belajar daring masa kini. Sehingga guru
juga harus mempertimbangkan hal tersebut dalam pengoptimalan belajar daring,
agar siswa tetap berperan aktif dan mampu mengikuti prosesnya.
Dalam prosesnya,
belajar daring pasti banyak kendala yang dihadapi, mengingat ini merupakan hal
yang baru bagi guru maupun siswa.
Beberapa kendala,
seperti ada beberapa siwa yang tidak memiliki jaringan internet sebagaimana
yang diharapkan, sehingga pembelajaran daring ini mengharuskan guru mendatangi
siwa ke rumahnya untuk memberikan dan mengumpulkan tugas siswanya; kendala
lainnya, berupa tidak semua orangtua mampu mendampingi anak-anaknya dalam
belajar, sehingga guru datang ke rumah siswa untuk mengajar.
Sebab, secara
moral ini adalah tanggungjawab sebagai guru; salah satu upaya guru dalam
pandemi ini adalah siswa sebagai pelajar harus tetap belajar, meskipun tidak
seoptimal sebagaimana semestinya.
Kendala secara
umum yang dihadapi guru adalah beberapa terdapat pada guru senior yang sudah mendekati
pada usia pensiun. Mayoritas guru-guru senior biasanya gagap teknologi atau
gaptek. Sebagai guru muda, saya prihatin dalam hal ini. Menurut saya hal
tersebut menjadi polemik dalam proses belajar daring ini. Jangankan untuk
penggunaan aplikasi belajar, gadget saja tidak bisa mereka fungsikan.
Pemerintah perlu
memberikan solusi dalam menangani kendala-kendala tersebut, agar proses pembelajaran daring boleh
berjalan baik seperti yang kita inginkan bersama. Saya pikir, pasti banyak guru
senior yang mengeluh dalam menghadapi belajar daring ini, karena belajar daring
tak terlepas dari peran teknologi, di mana masih banyak daerah-daerah Indonesia
yang belum ada jaringan internetnya, bahkan guru-guru dan siswa-siswanya tidak
memiliki sat-pras atau sarana dan prasarana belajar daring seperti gadget, laptop dan semacamnya.
Baca juga: Alasan Mengapa Guru Harus Tetap Mengajar
Kendala-kendala
belajar daring ini juga tidak hanya dirasakan oleh guru-guru ataupun tenaga
pendidik. Saya punya pengalaman pribadi selama pembelajaran daring ini
berjalan, yaitu adanya keluhan dari salah satu orangtua siswa saya. Orangtua
siswa saya tersebut adalah orangtua tunggal dengan anak tunggal yang sedang
duduk di kelas V saat ini. Beliau mengeluh karena tidak bisa mendampingi
anaknya untuk belajar daring, dikarenakan beberapa faktor, seperti orangtua
tunggal tersebut harus tetap bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan
dapat membeli kuota internet, mengingat kuota internet lebih mahal dari uang
sekolah sebagaimana setiap bulannya. Beliau merasa resah, namun tidak ada
pilihan lain, kecuali untuk tetap bekerja demi mempertahankan hidup di tengah
pandemi ini.
Harapan saya
secara pribadi, pemerintah harus lebih menseriusi solusi agar proses belajar
daring berjalan merata dan tidak terjadi timpang-tindih antara suatu daerah
dengan daerah yang lain, antara suatu sekolah dengan sekolah yang lain, antara
seorang siswa dengan siswa yang lain. Seperti memberikan bantuan gratis uang
sekolah bagi siswa yang membutuhkan di tengah pandemi ini.
Kita harus
berupaya supaya tidak ada siswa ataupun sekolah yang tidak bisa melakukan
belajar daring karena satpras yang tidak memadai. Semoga pendidikan Indonesia
segara bangkit dan wabah segera berlalu.
*Penulis adalah Tenaga Pendidik di SD Swasta Latihan SPG YP HKBP
x
KOMENTAR