Oleh: Marsinta Rosalena Wati Siallagan*
Guru adalah "aktor" utama dari berlangsungnya pendidikan dan pengajaran! Guru sebagai sumber pengetahuan sedangkan siswa sangat tergantung pada kemampuan guru. Bila guru tidak baik dalam membagi ilmu kepada siswa, maka yang akan terjadi adalah siswa tersebut akan terdiam tidak mengerti dengan apa yang disampaikan oleh guru tersebut. Namun jika guru hebat maka guru mampu menyampaikan subtansi materi ajar dengan jelas, rilex dan mampu memotivasi siswa dalam belajar. Bila seorang guru hebat dalam mendidik dan mengajar maka siswa akan mendapat bekal yang sangat berharga untuk masa depannya. Dimana, guru adalah wakil orangtua di sekolah segala tindakkan-Nya akan dipantau oleh guru. Karena guru adalah orangtua maka guru berhak untuk menegur, mememarahi, menampar bahkan memukul siswa tersebut jika kelewatan.
"Kekerasan" tidak berarti melanggar HAM?
seperti yang sekarang sering menjadi senjata orangtua, komisi Perlindungan Anak Indonesia, bahkan Pengacara. Contohnya pada hari pertama, memulai suatu proses pembelajaran seorang siswa telat dalam mengikuti pembelajaran tersebut. Maka seorang guru harus memberikan peringatan pertama kepada siswanya dan membuat suatu kesepakatan antar guru dengan siswa, agar siswa tersebut tidak melakukan kesalahan dihari berikutnya. Untuk itu guru juga harus memberi hukuman kepada siswa yang terlambat untuk berlari mengelilingi lapangan dan bahkan membersikan pekarangan sekolah.
Kedua, ketika seorang siswa tidak mengerjakan sebuah tugas rumah yang telah diberikan guru, maka guru juga harus memberi peringatan dan hukuman kepada siswa agar siswa tersebut tidak melakukannya secara berulang-ulang. Misalnya, dengan menyuruh siswa yang tidak mengerjakan tugas untuk mengerjakan tugas tersebut double menjadi dua kali lipat.
Bahkan dengan melakukan hukuman seperti:
Siswa yang nilainya 60 keatas mengerjakan ulang jawaban yang salah didalam buku catatan.
Siswa yang nilainya 60 kebawa mengerjakan ulang semua jawaban di buku catatan.
Siswa yang tidak selesai mengerjakan ulang semua soal dan jawaban didalam bukku catatan.
Maka guru harus tegas dan konsisten dalam menjalankan hukuman tersebut kepada siswa yang melanggar peraturan dan kesepakatan antar guru maupun antar sekolah.
Adapun beberapa perbedaan guru zaman dulu dengan guru zaman sekarang yaitu :
Guru zaman dulu masih bisa lebih leluasa untuk mendidik, membentuk, dan mengarahkan siswanya untuk selalu berperilaku baik kepada guru, orangtua, bahkan sesama. Karena sebagai orangtua tentu guru harus bisa menanamkan karakter kuat dalam mendidik siswa dengan tegas apabila siswa berkelakuan buruk.
Gaya mengajar zaman dulu biasanya hanya didominasi oleh guru, tetapi guru zaman sekarang banyak menggunakan system Student Centered Learning ( SCL ) dimana system mengajar guru pada masa lalu lebih cenderung satu arah. Kareana guru menjadi pusat pembelajaran tanpa aktif melibatkan siswanya. Bahkan guru zaman dulu bisa dikatakan sampai berbui-bui pada saat menjelaskan pelajaran kepada siswanya.
Bila dibandingkan dengan guru saat ini dengan guru pada masa sebelumnya guru pada masa sebelumnya lebih cenderung keras, baik itu secara verbal maupun tindakan non-verbal. Karena ringannya tangan, penggaris, dan penghapus yang terbuat dari kayu bisa dengan mudah hinggap ditubuh siswa. Sedangkan guru pada saat ini hanya bisa menyampaikan nasehatnya secara halus dan jangan sampai menyakiti perasaan siswanya.
Interaksi guru sebelumya terlihat sangat kaku, sedangka guru saat ini sudah banyak guru layaknya teman sendiri bagi para siswa. Guru zaman dulu mempunyai kewibawaan tingkat tinggi jika berada didalam kelas. Dimana guru menjadi pusat perhatian para siswa saat menerangkan pelajaran ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung. Namun hal itu tidak hilang diluar kelas, sehingga interaksi antara siswa dengan guru akan terlihat sangatlah kaku. Sehingga ketika bertemu diluar kelas atau sekolah siswa wajib melakukan 3S yaitu Senyum, Sapa, Salam. Agar ada pemisa antara guru dengan siswa.
Bandingkan dengan guru zaman sekarang mereka lebih cenderung bersifat layaknya teman sendiri kepada siswanya baik itu dikelas maupun diluar kelas. Senyum, Sapa ,Salam memang masih tetap terlaksanakan sebagai pemisah. Namun garis pemisah tersebut jauh lebih tipis dibandingan zaman dulu. Sehingga guru zaman sekarang melontarkan sebuah candaan ketika bersama dengan siswa-siswanya layaknya perlakuan teman dengan teman.
Guru zaman dulu lebih struggle sebab teknologi masih terbatas sedangkan guru zaman sekarang sudah sangat terfasilitasi oleh teknologi baru. Dimana zaman dulu teknologi penunjang pembelajaran tak sebanyak zaman sekarang. Guru hanya memiliki buku yang mungkin tidak semua siswa memilikinya dan papan tulis kapur untuk menjelaskan bahan pembelajaran yang akan dia ajarkan kepada siswanya.
Sedangkan zaman sekarang guru-guru lebih berdominan menggunakan teknologi-teknologi baru untuk media pembelajaran kepada siswanya sehingga guru tidak lagi membutuhkan lebih banyak alat peraga karena sudah terpenuhi dengan sangat lengkap oleh media social yang ada pada teknologi zaman sekarang. Sehingga sekolah-sekolah zaman sekarang mempunyai proyektor yang terkoneksi ke perangkat komputer dan bahkan kini papan tulis sudah tidak menggunakan kapur lagi melainkan menggunakan marker.
Guru-guru zaman dulu lebih objektif dalam memberikan nilai kepada siswa dibandingkan guru zaman sekarang. Dimana guru zaman dulu dengan sangat mudah memberikan nilai merah disetiap rapor siswa karena memang itulah nilai asli siswa tersebut. Berbeda dengan guru zaman sekarang yang mau gak mau harus mengisi nilai rapor dengan minimal yang sudah menjadi standar sekolah.
Adapun salah satu yang menjadi masalah sehingga membuat guru merasa dilema dalam mendidik siswanya adalah orangtua yang menjadi kritis dan cenderung agresif ikut campur dalam urusan siswa disekolah. Sehingga orangtua zaman sekarang sering mengecilkan peran guru untuk membentuk watak dan karakter siswanya. Apalagi ketika persoalannya lumayan berat orangtua langsung membawa pengacara, lembaga perlindungan anak dan media social yang membuat guru tidak leluasa melakukan pendidikan dan pengajaran dengan baik.
Pada kurikulum2013 yang lebih memfokuskan tentang pendidikan karakter, dalam kegiatan belajar mengajarnya peserta didik yang dituntut lebih aktif dan mengembangkan potensi dirinya. Dimana tujuan dari kurikulum ini adalah untuk menghasilkan siswa yang berkarakter, mandiri dan berani tampil didepan.
Seorang guru juga sangat berpengaruh dalam membentuk karakter peserta didiknya. Karena seorang guru atau pendidik harus memiliki karakter yang baik yang akan dicontoh oleh siswa tersebut.
Beberapa contoh sikap seorang guru dalam memberikan dampak positif bagi karakter siswa:
Memberikan contoh berbicara yang sopan dan santun ketika mengajar,
guru harus berpakaian rapi dan sopan ketika mengajar,
guru harus bersikap adil kepada semua siswa di kelas tanpa membedakan tingkat kecerdasan atau kekayaan, dan guru harus berkelakuan baik ketika mengajar.
Seperti kata “jika ingin dihormati maka kita harus menghormati” dalam pendidikan “ketika ingin membentuk peserta didik yang berkarakter maka pendidik harus berkarakter” seorang guru harus menciptakan suasana belajar yang nyaman di dalam kelas, bukan membuat siswa merasa di bawah tekanan seorang guru.
Adapun masalah guru dalam implementasi kurikulum 2013 adalah:
Kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya masih banyak guru yang merasa kesulitan dalam menerapkan pendekatan kepada siswa dalam mengajar. Sehingga guru juga kurang memahami proses penilaian yang di anggap sangat rumit, sehingga banyak guru yang belum paham dalam memberikan penilaian implementasi kurikulum 2013.
Para guru masih kesulitan dalam menerapkan scientific approach dalam kegiatan proses belajar mengajar. Maka guru harus mampu membuat seorang siswa aktif dalam sebuah kebiatan proses pembelajaran. Sebab dalam kurikulum 2013 guru harus lebih aktif dan pintar dalam fasilitator agar siswa mengeluarkan sebuah pertanyaan. Namun sayangnya, belum semua guru mampu melaksanakan hal demikian.
Seperti yang dikatakan oleh KI HAJAR DEWANTARA : “ Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani “ yang artinya “ Didepan guru memberi teladan, Ditengah guru memberi semangat, Dibelakang guru mendorong siswanya untuk belajar dan berperilaku baik Yang dimaksud dengan “ Didepan guru memberi teladan” adalah dimana guru menjadi petunjuk arah/petunjuk jalan kepada siswanya untuk membawa siswa tersebut kearah yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Sedangkan “ Ditengan guru memberi semangat” dimana guru memberi motivasi yang baik kepada siswa untuk lebih semangat bahkan lebih giat lagi dalam menuntut ilmu utuk masa depan yang lebih baik dikemudia hari. Lalu “ Dibelakang guru mendorong siswanya untuk belajar dan berperilaku baik” dimana guru lebih berperan aktif untuk mengajarkan norma-norma dan etika moral yang baik kepada siswa, baik di lingkungan, sekolah, maupun dimasyarakat.
Maka kesimpulan yang saya ambil ialah:
Peranan guru dalam membina peserta didik menjadi insan yang berkarakter yang baik sangat dibutuhkan. Penggunaan metode yang bervariasi dalam menciptakan suasana belajar agar tidak membosankan untuk menarik minat peserta didik serta menjadi pembina ekstrakulikuler dalam mendekatkan diri kepada peserta didik memudahkan para guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter baik. Karena dimana Guru merupakan sosok panutan atau contoh bagi peserta didik. Keberhasilan pendidikan karakter sangat tergantung dari peran seorang guru dalam proses pembelajaran. Jadi sosok seorang guru dapat menjadi cerminan peserta didik yang sangat menentukan karakternya, dimana Proses pembelajaran yang paling menantang adalah bagaimana menciptakan rasa ingin tahu seorang siswa. Jika kita bisa, mereka (siswa) akan dengan mudah bisa melanjutkan estafet pembelajaran selanjutnya.
Sebagai penutup, menurut pandangan pribadi saya bila membahas Inti dari pendidikan adalah dorongan (encouragement). Bagaimana sekolah mendorong para guru untuk memajukan pendidikan, dan bagaimana guru mendorong siswa untuk terus belajar karena pendidikan bertujuan untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta
*Penulis adalah Anggota Biasa PMKRI Cabang Pematangsiantar Tahun 2020, juga merupakan Mahasiswa Universitas HKBP Nommensen.
KOMENTAR