Jakarta, Katakanlah - Pengurus Pusat PMKRI melaksanakan Webinar yang bertema Transformasi Digital Untuk Penguatan Ekonomi Nasional pada Jumat (07/08/2020).
Webinar tersebut menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya Sekjen Kementerian Kominfo , Rosarita Niken Widiastuti, Anggota DPR RI Komisi 11, Sihar P.H. Sitorus, pegiat Forum Ekonomi Digital Indonesia, Direktur Eksekutif Setneg, Damar Juniarto.
Diskusi ini dilaksanakan dalam rangka merespon persoalan ekonomi yang melanda Indonesia di tengah Pandemi Covid-19. Dengan demikian membuka mata pada prospek pertumbuhan dan pengembangan ekonomi digital untuk penguatan ekonomi nasional.
Dalam penyampaian materinya, Sekjen Kominfo, mendorong generasi muda untuk menjadi konten kreator yang positif di tengah merebaknya konten-konten digital yang negatif di berbagai platform digital.
“Karena itu saya mendorong adik-adik, mulailah menjadi konten kreator. Sekarang ini banyak konten kreator, yang kontennya itu justru negatif. Isinya menyebar hoaks, seperti disinfodemik tadi. Menyebar hoaks, memprovokasi, terorisme, dan hal-hal negatif lainnya.”
Ia juga mendorong PMKRI untuk mengembangkan konten kreator positif yang sesuai dengan nilai-nilai agama Kristiani.
“Nah PMKRI, mari masing-masing dari kita, itu mengembangkan dan mengasah kita untuk menjadi seorang konten kreator, sesuai dengan nilai-nilai Kristiani. Sesuai dengan ajaran agama kita.”
Ia menekankan bahwa hari ini ada begitu banyak konten-konten negatif yang tersebar di berbagai platform digital. Karena itu perlu mendorong penmbuatan konten-konten kreator yang positif.
“Sementara yang terorisme, itu luar biasa, jutaan informasi yang bersebaran di berbagai palatform digital. Mari kita mewarnai media sosial kita dengan konten-konten yang positif, nilai-nilai agama yang positif, nilai-nilai kebangsaan, Pancasila, keberagaman, Bhinneka Tunggal Ikha, dan lain sebagainya.”
Sekjen Kominfo juga mengatakan bahwa hari ini ialah era kebanjiran informasi terutama di media sosial, seperti Youtube, Whatsapp dan facebook.
“Youtube, orang yang mengunggah video di youtube, dalam satu menit 4,7 juta video. Kalau seharu berapa, dalam sebulan berapa. Facebook itu ada 1,3 juta. Kalau Whatsaap itu malah 59 juta informasi yang kemudian diuplod, kita tulis, kita share, kita copy itu sedemikian banyak.”
Ia pun mendorong generasi muda untuk mengambil bagian dalam era kebanjiran informasi ini untuk berbagai kepentingan yang positif.
“Mulai sekarang mulailah ambil bagian untuk mewarnai media sosial, peluangnya sangat besar sekali, apapun. Bisa untuk hal-hal yang sudah saya sampaikan. Tapi bisa adik-adik memanfaatkan untuk usaha, untuk promosi, untuk produktivitas. Karena peluangnya sangat luar biasa.”
DPR RI Dorong Regulasi Perpajakan Transaksi Online
Sementara anggota DPR RI Komisi 11, Sihar P.H. Sitorus dalam materinya menyampaikan bahwa Komisi 11 DPR RI sedang membahas aturan tentang pajak untuk transaksi online.
“Dari komisi 11, yang sekarang ini kita sedang bahas adalah aturan tentang perpajakan untuk transaksi online. Selama ini sangat kecil, dan sekarang kita memikirkan untuk menaikan pajakan dalam transaksi online. Tujuannya adalah antara lain untuk menambah pendapatan negara.”
Selain itu, menurut Sitorus, Komisi 11 juga mendorong untuk memberikan pendanaan bagi kelompok muda yang bergerak di bidang ekonomi digital.
“Kemudian yang gak kalah penting adalah pendanaan bagi Start Up itu sendiri. Dengan masing-masing individu yang mempunyai ide, kemudian atau kelompok-kelompok. Kemudian tentunya kita akan melihat banyaknya perusahan yang dipimpin anak muda, berlomba-lomba untuk mendapatkan pendanaan.”
Ia juga mendorong agar anak-anak muda Indonesia mengambil peran dalam kesempatan di era bonus demografi, agar mengembangkan kreatifitas dan akhirnya dapat menumbuhkan ekonomi Indonesia.
“Kita punya kesempatan dari hari ini sampai ke 2035. Dimana bonus demografi kita itu masih banyak. Itu artinya perekonomian kita ini harus didorong oleh anak-anak muda, yang memiliki kreatifitas yang tinggi”
Keamanan Ekonomi Digital
Pegiat Forum Ekonomi Digital Indonesia dan Direktur Eksekutif Setneg, Damar Juniarto secara khusus membicarakan terkait keamanan sistem ekonomi digital di Indonesia. Ia menyoroti bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan, di antaranya menyangkut keamanan pelaku ekonomi digital, instrumen hukum perlindungan ekonomi digital, dan kolaborasi masyarakat untuk mencegah ancaman keamanan ekonomi digital.
“Kalau kita berbicara tentang jumlah serangan Cyber, maka angka keamanan digital di Indonesia lumayan tinggi. Di tahun 2017 ada 205 juta serangan cyber, lalu di tahun 2018 ada 232,45 juta serangan cyber, di bulan Mei 2019 ada 1,9 juta.”
Dari jumlah serangan-serangan cyber yang ada, Indonesia sudah menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.
“Kita sudah melihat kerugian yang ditimbulkan dari serangan cyber semacam ini, sudah mencapai angka yang cukup tinggi, yaitu 478,8 triliun rupiah.”
Ia pun memprediksi bahwa angka serangan cyber akan terus menaik beberapa tahun mendatang sepanjang belum mempersiapkan instrument hukum yang memadai.
“Kalau lihat dari serangan cyber yang terjadi, menunjukkan tendensi angkanya akan terus meningkat. Bagaimana kita mencoba untuk mencegah, terutama jangan sampai ini semakin merugikan Indonesia.”
Secara tegas Damar mendorong untuk membuat instrument hukum perlindungan data selain UU ITE yang sudah ada hari ini.
“Kita memerlukan bukan saja UU ITE, tetapi juga UU tentang perlindung data dan juga UU keamanan cyber. Di dalam UU ITE memang betul ada kejahatan cyber yang dilarang, yang akan ditindak ketika ada orang melakukan pelanggaran, tetapi dia tidak spesifik.”
Selain instrument hukum, untuk perlindungan data, Damar mengajak masyarakat terutama anak-anak muda untuk dapat bekerja sama memelekkan masyarakat agar capat mencegah ancaman-ancaman yang mengganggu keamanan ekonomi digital.
“Kalau kita bisa meliterasi atau memelekkan warga dan anak-anak muda terutama di sini untuk mampu melindung diri dari serangan cyber dengan berbagai pelatihan dan pengetahuan, maka kita akan mampu bisa menahan ancaman-ancaman yang selama ini meengganggu perekonomian digital”
KOMENTAR