Tentang sebuah pilihan, ada banyak faktor yang melatarbelakangi. Ada faktor kesadaran dan ada juga faktor emosi. Pilihan saya kali ini merupkan akibat dari rasa marah terhadap kedua orangtua dan diri sendiri. Menyandang status sebagai anak pertama dalam keluarga membuat tanggungjawab orangtua jatuh ke pundak saya. Hal ini terjadi setelah saya menyelesaikan kuliah dan bekerja. Dua adik yang paling bungsu menjadi tanggungjawab saya. Mereka berdua tinggal bersama saya, saat ini mereka menduduki bangku SMP dan SMA.
Dua tahun lebih saya menjadi tenaga pendidik di salah satu sekolah swasta di Pematangsiantar. Banyak pengalaman berahmat yang saya terima saat menjadi guru bagi anak-anak yang saya dampingi. Tiga bulan menjelang akhir berlakunya SK (Surat Keputusan) pengangkatan sebagai guru di sekolah tersebut, saya harus membuat permohonan untuk perpanjangan kontrak kerja dengan Yayasan. Namun saya tidak melakukannya. Alasannya hanya satu saya tidak menemukan solusi saat berembuk dengan orangtua. Mereka seakan-akan melepaskan tanggung jawab dan meletakkannya di pundak saya. Maka dalam hati terbersit salah satu cara terbaik yaitu menjauh untuk sesaat. Akhirnya keputusan untuk mengundurkan diripun saya lakukan.
Beberapa bulan saya hidup dalam ketidak pastian. Menjadi pengangguran adalah beban pikiran terbesar dalam hidup saya. Apalagi dalam situasi pandemi saat ini. Jangankan lowongan pekerjaan, orang yang sudah bekerja saja banyak yang di-PHK. Niat saya untuk meninggalkan kota Pematangsiantar pupus sudah. Semua terasa gelap.
Namun atas saran dari seorang teman, saya melakukan Doa Novena sebanyak dua kali secara berturut-turut. Puji Tuhan, permohonan saya dikabulkan Tuhan. Saya diterima sebagai guru di SLB B Pangudi Luhur-Jakarta. Buah doa semakin saya rasakan saat mampu berdamai dengan orangtua, dan juga diri sendiri. Bahkan kini, saya mampu mengikhlaskan segala hal walaupun saya pernah memilikinya.
Pada tanggal 30 Juni 2020 saya tiba di Jakarta. Banyak ketakutan yang terbersit dalam hati. Saya merasa sendiri di lingkungan yang serba baru. Ketakutan terbesar saya yaitu menggunakan “Bahasa isyarat atau Sign Language” yang tidak saya ketahui sedikitpun. Saya sadar, saya bukan lulusan dari PLB (Pendidikan Luar Biasa), yang mana pada umumnya SLB B menggunakan bahasa isyarat dalam pembelajaran sehari-hari. Namun ketakutan saya sedikit demi sedikit menghilang karena tempat saya mengabdi di SLB B Pangudi Luhur Jakarta berbeda. Di sana anak-anak diajari untuk berbicara dan membaca ujaran serta dilatih untuk mendengar.
Sebagai guru baru, kami ada 7 orang. Kami mengikuti kursus selama kurang lebih 15 hari. Kursus ini diselenggarakan oleh sekolah dan disetujui oleh Yayasan dengan tujuan agar guru baru lebih mudah berkomunikasi dan melaksanakan pembelajaran bersama anak tunarungu. Kursus hari pertama diawali dengan materi “Makna Hidup” yang disampaikan oleh Direktur SLB B Pangudi Luhur, Bruder Yohanes Sudarman, FIC. Dalam materi ini kami diajak sejenak merenungkan makna hidup berdasarkan pengalaman masing-masing dan melihat bagaimana hidup yang dihadapi oleh orang lain. Melalui materi ini kami diajak untuk semakin mampu mensyukuri hidup yang dijalani dan mampu memberi makna bagi orang lain secara khusus untuk siswa-siswi yang ada di SLB B Pangudi Luhur Jakarta. Sesuai tema sekolah tahun ajaran 2020 –2021 “Hidup Ini Selalu Ada yang Baru”, tema ini mengajak kami untuk menumbuhkan semangat baru dalam hidup untuk menjalani era new normal saat ini.
Hari kedua, bahan materi dibawakan oleh Ibu Yosephine Marhastuti, S. Pd. (Kepala Sekolah Indini dan TK), Bapak Drs. Bonaventura Subagyo (Kepala Sekolah SD), dan Bapak Yohanes Tri Pamadi, S. Pd. (Kepala Sekolah SMP dan SMA) tentang Kepegawaian di Yayasan Pangudi Luhur. Peserta kursus diajarkan tentang jenjang karir para guru, staf, dan karyawan di Yayasan Pangudi Luhur. Dalam materi ini juga peserta diberi penjelasan dan pendalaman tentang aturan-aturan yang berlaku baik di lingkungan sekolah juga Yayasan Pangudi Luhur yang beralamat di Jl. Dr. Sutomo 4 Semarang.
Pada hari ketiga sampai hari terakhir peserta kursus belajar mendalami metode dan teknik pengajaran yang dilakukan di SLB B Pangudi luhur. Menurut pemateri kursus, Bapak Wagiman, Ibu Murwani, dan Bruder Anton FIC, metode MMR (Metode Maternal Reflektif) yang diberlakukan di sekolah ini efektif dalam kegiatan belajar mengajar karena prinsipnya pembelajaran berpusat pada anak. Selain berpusat pada anak, ciri percakapannya intersubjektivitas yang artinya dua hati memikirkan atau membicarakan satu objek yang sama. Biasanya objek yang digunakan berasal dari anak itu sendiri, kemudian keluarga, lingkungan, dan berkembang ke masyarakat luas. Tujuannya adalah agar anak mengenal diri sendiri terlebih dahulu.
Metode pembelajaran MMR memiliki banyak kelebihan namun tidak lepas dari kekurangan. Salah satunya adalah saat dalam proses belajar mengajar masing-masing anak menawarkan tema/topik pebelajaran yang berbeda-beda, guru harus mampu memilih salah satu topik pembelajaran tanpa memberikan kesan buruk pada anak yang lain. Melalui percakapan di kelas, guru juga diharapkan mampu membuat sebuah bacaan/cerita, baik cerita deposit maupun cerita perseptif dengan tujuan menambah kosakata baru anak, melatih memahami bacaan, dan melatih fantasi anak.
Pada pertemuan terakhir, tiga hari berturut-turut peserta kursus disuguhkan materi tentang pengajaran wicara dan irama pada anak tunarungu. Dalam materi ini peserta berlatih mengucapkan huruf-huruf secara jelas lalu kemudian mengucapkan beberapa kosakata. Tujuannya agar anak-anak lebih paham dengan melihat guru mengujarkan kata-kata dengan jelas karena pendengaran mereka yang terhambat. Pembelajaran irama bertujuan untuk melatih pendengaran anak dan membantu anak dalam mengontrol emosi.
Setelah melalui kegiatan-kegiatan tersebut dan berinteraksi dengan guru-guru yang lebih senior rasa takut perlahan mulai berkurang. Bekal yang saya dapatkan saat kursus dan masukan dari guru senior membuat saya semakin semangat. Saya sungguh beruntung. Tuhan mengabulkan doa-doa saya dan mengirimkan orang-orang baik sebagai rekan kerja saya di tempat kerja yang baru ini. Tidak banyak orang seberuntung saya. Bukan bermaksud membandingkan dengan orang lain, namun keberuntungan ini sangat nyata dalam hidup saya.
Syukur dan terima kasih yang setinggi-tingginya saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah mengabulkan doa saya dan Bunda Maria yang sudi mendoakan saya. Terima kasih kepada Ibu Nita yang memberitahukan lowongan pekerjaan di SLB B Pangudi Luhur Jakarta ini. Terima kasih juga kepada seluruh pengurus Yayasan dan Sekolah yang sudi menerima saya sebagai tenaga pengajar. Semoga dalam situasi yang kurang baik di Indonesia saat ini tidak menyurutkan niat kita memberikan kebaikan-kebaikan bagi yang lain dan di dalam kehidupan kita selalu menemukan hidup baru dan semangat baru.
Harapan besar saya selanjutnya, semoga Tuhan memberi rahmat yang cukup melalui teladan dan cara mengajar para senior di SLB B Pangudi Luhur, sehingga pada saatnya, ketika saya harus mengikuti tes/ujian calon pegawai mampu menyelesaikan dengan baik. Akhirnya saya boleh menjalani proses berikutnya dan menjadi pegawai tetap Yayasan Pangudi Luhur. Niat saya “Selalu mau belajar”.
Catatan:
Penulis bernama Ekaristi Sidauruk merupakan guru mata pelajaran Matematika di SMP dan SMA LB Pangudi Luhur. Mulai bekerja sebagai guru honorer sejak tanggal 1 Juli 2020.
Penulis berasal dari Tigadolok, Kabupaten Simalungun, menyelesaikan kuliah S1 Pendidikan Matematika dari UHN Pematangsiantar, dan pernah mengajar di salah satu SLB C swasta di Pematangsiantar selama 2 tahun.
KOMENTAR