Pematangsiantar, Katakanlah - Rabu 21 April, KOKASI (Komunitas Kartini Indonesia) menggelar webinar yang diselenggarakan melalui zoom dalam rangka memperingati Hari Kartini Tahun 2021. Kegiatan webinar yang dimoderatori oleh Asrida Sigiro yang merupakan salah satu founder KOKASI ini berlangsung sejak pukul 19.00 WIB. Dalam webinar tersebut KOKASI menghadirkan narasumber-narasumber cantik dan inspiratif dikalangan perempuan, yang mengkulas topik tentang “Perempuan Sebagai Agen Pembangunan Sosial di Pedesaan. Sebelum kegiatan webinar dibuka oleh Friska Liska Sihombing yang merupakan salah satu founder KOKASI, Emi Lidia Nadeak yang juga merupakan salah satu founder KOKASI melantunkan sebuah puisi sebagai bentuk rasa cinta dan hormat atas jasa-jasa Ibu Raden Ajeng Kartini, yang merupakan pahlawan nasional yang berjuang sebagai pelopor kebangkitan perempuan.
Friska yang juga merupakan narasumber dalam kegiatan ini menyatakan bahwa topik diskusi ini berangkat dari kegelisahan perempuan dengan realitas kota yang mana kehidupan perkotaan dipandang sebagai cita-cita daripada kembali melihat potensi yang ada di desa. perempuan sebagai agen pembangunan di desa bukan tidak mungkin bisa dilakukan asal mendapatkan dukungan dari stake holder dan faham patriarkis harus sudah mulai di kikis. memahami semua gender bisa berperan membangun desa dengan kesamaan pandang dan kerjasama semua pihak. poin pembangunan desa ini sendiri adalah untuk memajukan masyarakat dan memastikan masyarakat dapat merasakan manfaat kesejahteraan daripada pembangunan yang dimaksud.
Ibu Rukmini Paata Toheke yang dikenal sebagai Perempuan Adat sekaligus Dewan AMAN Nasional yang juga merupakan narasumber pada kegiatan ini menyatakan, bahwa perempuan harus terlibat dan ikut serta dalam memahami tentang desa, perkembangan desa, demi kemajuan desa. Perempuan harus terlibat dalam tata kelola desa, menjaga habitat dan kearifan local desa, seperti ikut serta menerapkan ritual adat yang menjadi khas dari suatu desa dengan adat yang diturunkan oleh para leluhurnya.
Namun disamping itu, desa dengan adatnya juga harus bisa menyesuaikan dengan perkembangan jaman saat ini, “bukan berarti harus mengikut arus jaman”. Demi kemajuan, masyarakat adat desa harus terbuka untuk melakukan revitalisasi dengan kebiasaan-kebiasaan ataupun mainset masyarakat yang dinilai menyimpang atau adanya perlakuan deskriminasi terhadap kaum perempuan (pada umumnya). Seperti contoh, pada suatu daerah dengan adat yang menganggap bahwa mahar perempuan itu adalah nilai dari seorang perempuan. Masyarakat adat harus mengubah mindset masyarakatnya bahwa perempuan itu bukan dibeli dan tidak bisa dinilai dari maharnya, akan tetapi mahar itu adalah penghormatan bagi perempuan untuk menjadi ibu.
Selain itu, perempuan-perempuan desa juga harus hadir dan bersinergi dalam membangun komunitas-komunitas yang dimungkinkan dapat menjadi wadah untuk para kaum perempuan yang masih memperoleh deskriminasi. Melalui wadah tersebut, akan semakin memperluasan pergerakan perempuan untuk terlibat serta dalam pembangunan untuk perkembangan dan kemajuan suatu desa.
Ibu Dewi Kanti yang merupakan komisioner KOMNAS Perempuan, juga merupakan narasumber dalam webinar ini menyatakan, desa sebagai kekuatan bangsa memiliki peranan penting untuk kemajuan suatu bangsa dan meningkatkan kesadaran publik termasuk juga menginisiasi ruang-ruang terbuka bagi masyarakat untuk kemudian menampung aspirasi mereka terutama perempuan di desa dan mengupayakan isu itu sampai ke presiden. desa-desa yang menjadi kekuatan bangsa itu lah yang memiliki peranan penting. Ada ratusan desa di Indonesia, yang menjadi akar-akar yang menopang perkembangan dan kemajuan negara. bahwa didalam pengalaman kami sebagai salah satu perempuan adat menjaga, mempertahankan ruang hidup, dan kebudayaan itu sebagai bagian dari tanggung jawab perempuan menjaga karakter bangsa Ibu Dewi menyatakan, Komnas Perempuan bersedia menjadi ruang pergerakan perempuan-perempuan di Indonesia demi kemajuan desa dan negara Indonesia.
Tia lestari Sidabutar yang dikenal dengan sapaan Molly Moores yang merupakan narasumber dalam webinar tersebut, menyatakan untuk terlibat dalam kemajuan bangsa dan negara, perempuan bisa berkarya dimulai dari desa, tidak harus ke kota-kota besar. Perempuan bisa membawa perubahan dari desa. Seperti yang Tia lakukan, mendedikasi anak-anak yang ada di desa, seperti membuka les belajar dan membimbing anak-anak untuk memahami pentingnya mengemban pendidikan. Namun hal tersbut sedikit tidak mudah dan menjadi tantangan bagi kaum perempuan yang memilih berkarya dari desa, sebab masyarat yang ada di desa notabenya adalah petani. Orangtua masyarakat desa memiliki mindset, ikut serta membantu orang tua ke ladang (ke kebun) adalah hal yang lumrah bagi anak-anak di desa. Molly yang merupakan pencipta lagu “Rade Do Au” dengan 35 lagu lainnya, sekaligus penulis novel “Diary Cinta” dan 2 novel lainnya menyatakan, adalah perjalanan panjang untuk mengajak dan mendongkrak mindset orangtua masyarakat desa untuk memberikan kesempat yang lebih leluasa untuk anak-anak memperoleh Pendidikan, sebab anak-anak desa jugalah yang terlibat untuk kemajuan dimasa mendatang.
KOKASI yang merupakan komunitas yang berdiri sejak beberapa tahun yang lalu itu, menaruh harapan, melalui webinar yang mereka selenggarakan dalam memperingati Hari Kartini tersebut, menjadi hari kartini yang indah untuk seluruh perempuan di Indonesia. Hari yang mengingatkan bahwa hakikatnya masyarakat Indonesia itu setara, apapun jenis gendernya. Dan melalui webinar tersebut, Pengakuan atas kesamaan hak semua gender, membuka ruang yang luas untuk perempuan-perempuan desa, untuk bisa ikut serta berkontribusi dalam membangun desa dengan pendekatan social. Sehingga Perempuan-perempuan desa dengan potensinya dapat menggerakkan dirinya dan masyarakat menuju desa berdaulat dan berkeadilan.
Dukungan pemerintah desa dan lingkungan setempat dalam membangun desa dengan pendekatan sosio-humanis dengan memberdayakan perempuan desa dari hal-hal yang kecil dimungkinkan akan menciptakan desa yang maju dan berkembang. sehingga tidak sia-sialah perjuangan Ibu Raden Ajeng Kartini dahulu dalam memperjuangkan hak-hak sosial wanita. (AS)
KOMENTAR