Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang melaju dengan pesat telah menimbulkan berbagai peluang dan tantangan. Teknologi informasi memungkinkan manusia untuk saling terhubung tanpa mengenal batas wilayah negara sehingga merupakan salah satu faktor pendorong globalisasi. Berbagai sektor kehidupan telah memanfaatkan sistem teknologi informasi, seperti penyelenggaraan electronic commerce (e-commerce) dalam sektor perdagangan/bisnis, electronic education (e-education) dalam bidang pendidikan, electronic health (e-health) dalam bidang kesehatan, electronic government (egovernment) dalam bidang pemerintahan, serta teknologi informasi yang dimanfaatkan dalam bidang lainnya. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mengakibatkan Data Pribadi seseorang sangat mudah untuk dikumpulkan dan dipindahkan dari satu pihak ke pihak lain tanpa sepengetahuan Subjek Data Pribadi, sehingga mengancam hak konstitusional Subjek Data Pribadi.
Perlindungan data pribadi memiliki keterkaitan dengan konsep privasi yang wajib mendapatkan perlindungan atas kerahasiaannya. Warren dan Brandeis merupakan tokoh yang mengemukakan konsep privasi untuk pertama kalinya dalam karya jurnal ilmiah yang berjudul “The Right to Privacy” yang berarti hak untuk tidak diganggu. Dalam jurnal tersebut, dikatakan bahwa setiap orang dalam melaksanakan kegiatan memiliki hak untuk dilindungi privasinya. Konsep privasi yaitu sebuah gagasan untuk menjamin integritas, martabat dan taraf hidup seseorang, dan setiap orang berhak untuk menentukan siapa, untuk apa dan bagaimana informasi mengenai diri mereka digunakan untuk kepentingan tertentu.
Perlindungan data pribadi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang fundamental, yaitu hak seseorang untuk mendapatkan perlindungan serta pengamanan terhadap informasi pribadi mereka, dan apabila terjadi suatu permasalahan, pemilik data pribadi berhak atas pembenaran dan pembelaan. Hak privasi merupakan hak pribadi yang lebih sensitif karena informasi yang terkandung di dalamnya berisi sejumlah informasi pribadi yang krusial
Seiring dengan kecanggihan teknologi menjadikan data atau informasi pribadi yang terdaftar pada media elektronik merupakan suatu komoditas bernilai tinggi dan rentan terhadap kebocoran data yang dilakukan oleh pihak ketiga. Tetapi, dengan adanya kecanggihan tersebut, akan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari secara praktis dan efisien. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memasuki segala sektor yang salah satunya adalah electronic health (e- Health) yang memberikan sejumlah pelayanan pengobatan, konsultasi, layanan apotek online, dan berbagai informasi kesehatan dalam bentuk aplikasi berbasis internet. e-Health di ciptakan untuk memberikan kemudahan kepada pasien dalam mengakses terhadap layanan kesehatan secara efektif, efisien waktu dan biaya.
Namun, informasi kesehatan dan data pasien yang tercantum dalam aplikasi tersebut tidak terjamin terhadap keamanannya, mengingat Indonesia belum memiliki pengaturan hukum yang mengatur secara khusus dalam mengakomodir permasalahan yang timbul dalam masyarakat terkait perlindungan data pribadi terutama pada bidang e-Health.
Kasus peretasan data pribadi di Indonesia di Indonesia akhir-akhiri ini semakin marak dalam segala lapisan masyarakat terutama Data kesehatan tersebut meliputi nama, status kewarganegaraan, tanggal lahir, alamat, rekam medis dan lain sebagainya. Kemudian, hasil tes Covid19 (CoronaVirus Disease 19) juga diungkapkan secara tanpa hak dengan terperinci yaitu gejala pasien, tanggal mulai sakit dan tanggal pemeriksaan tidak hanya itu peretasan di bidang Kesehatan lainya yaitu terdapat pada aplikasi layanan kesehatan berbasis internet yang bernama Electronic Health Alert Card (e-HAC). E-HAC di dalamnya memuat sejumlah informasi terkait status kesehatan, informasi keberangkatan, rekam medis dan lain sebagainya belum lagi informasi dari pemberitaan media elekteronik yang memberikan informasi terkait dugaan kebocoran data terhadap enam juta yang ada di server milik Kementerian Kesehatan Indonesia yang di duga bocor data tersebut berisi misalnya, ada hasil pemeriksaan radiologi, termasuk foto dan identitas pasien , serta hasil CT Scan, Test Covid-19, hingga hasil rontgen ( X-Ray ) lengkap dengan nama pasien, asal rumah sakit dan waktu pengambilan gambar .
Maka karena itu, perlunya perlindungan data yang tersistem dan terintergrasi agar lebih mudah mememberikan pencegahan sejak dini agar kebocoran data tersebut tidak menyelebarluas dan di tidak dimanfatkan oleh sebagian kalangan untuk mencari keuntungan semata , hal ini harusnya menjadi tantangan bagi Pemerintah dalam membangun sistem perlindungan data yang lebih bisa memberikan kenyaaman bagi pasien khususnya, oleh karena itu Berdasarkan amanat dari Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945, perlindungan data pribadi sebagai bagian dari privasi yang merupakan hak asasi manusia. Sehingga, dalam kegiatan pengumpulan data pribadi pasien telah memberikan tanggung jawab bagi penyelenggara sistem elektronik untuk menyimpan data secara aman dan hanya digunakan untuk tujuan tertentu.
Tantangan UU Perlindungan Data Pribadi dan Kelembagaanya
Perlindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang merupakan bagian dari pelindungan diri pribadi, perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk memberikan keamanan atas data pribadi, berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, banyak tantangan yang akan di hadapi dalam perkembangan dunai teknologi yang begitu pesat seiringi perkembangan globalisasi hal ini menjadi tantangan sendiri bagi Indonesia .
Pengaturan berkenaan mengenai Perlindungan Data Pribadi di Indonesia masih bersifat umum dan tidak mengakomodir berbagai isu permasalahan yang sering terjadi pada masyarakat serta terletak secara terpisah dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dengan tersedianya pengaturan yang secara khusus dan komprehensif, dirasakan Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan mengenai persoalan data pribadi dan juga dapat memberikan jaminan keamanan terhadap data setiap individu serta dapat menjerat pelaku penyalahgunaan data pribadi dengan sanksi yang tegas.
Baru-baru ini Indonesia baru mengesahkan RUU perlindungan Data Pribadi yang berisikan 16 Bab Dan 76 Pasal di dalam RUU yang disahkan pada tanggal 20 September 2022 , didalam RUU tersebut mengatur tentang hak-hak pemilik data pribadi dan mengatur sanksi-sanksi bagi penyelenggaran elektronik atas tata Kelola data pribadi yang di proses didalam , RUU tersebut memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh lapisan warga negara untuk di lindungi hak-hak dan kewajiban pemerintah dan swasta memastikan perlindungan data pribadi harus berjalan .
Lantas bagaimana tanggung jawab atas perlindungan data pribadi ( legal obligation) dan bagaimana tanggungjawab kelembagaan baik pemerintah atau swasta untuk melindungan hak privat tersebut, ini menjadi tantangan tersendiri bagi UU pelindungan data pribadi tersebut sebagaimana salah satunya data pasien Kesehatan yang harus di jaga rekam medis sampai pasien itu benar-benar telah sehat dan bisa menjalani aktivitas sehari-hari .
Data pasien sangatlah menjadi hal penting dalam menganalisa suatu penyakit bagi kalangan dokter untuk bisa memberikan pelayanan terbaiknya bagi pasien nya, akan tetapi jika hasil rekam medis bocor dan di salahkan gunakan hal ini amat mengakhwatirkan bagi pasien sendiri, Istilah data pribadi dalam bidang kesehatan yaitu rekam medis yang merupakan keterangan yang tertulis dan terekam tentang identitas laboratorium, diagnosa pelayanan, tindakan dan pengobatan yang diberikan kepada pasien baik yang dirawat inap maupun rawat jalan dan yang sedang mendapatkan perawatan dalam keadaan darurat.
Pemerintah di harapkan dengan lahirnya Undang-Undang Pelindungan data Pribadi harus segara mungkin membuat kelembagaan yang bertanggung jawab atas segala data pribadi tidak hanya pasien kesehatan saja , data kependudukan, data Keuangan , data SIM Card, dan Data lain-lainya agar terciptanya sistem perlindungan data yang terjamin bagi penggunanya dan memberikan kepastian hukum apabila terjadi penyalahgunaan bisa di mungkinkan untuk lakukan pencegahan sejak dini guna memberikan perlindungan, hal ini amat penting dan menjadi tantangan tersendiri nantinya bagi pemerintah dan stekholder untuk segera memastikan perlindungan data pribadi berjalan sebagaimana mestinya guna tercapainya sistem jaminan Kesehatan yang berkadilan dan dapat di nikamti warga negara di seluruh Negara Kesatuan Republik indonesia.
Cornelius Corniado Ginting, S.H
Direktur Ekeskutif
Pusat Kajian dan Advokasi Kesehatan Indonesia ( PKAKI)
KOMENTAR