Pelanggaran HAM Terhadap Masyarakat Adat Sihaporas

Oleh: Alberto Nainggolan*

Kejadian mengerikan pada dini hari 22 Juli 2024 di Sihaporas adalah bukti nyata dari brutalitas aparat penegak hukum yang harus kita kecam dengan keras.

 Di pukul 03.00 WIB, aparat menyerang masyarakat adat Sihaporas, menyebabkan luka serius dan trauma mendalam. Tomson Ambarita, Jonny Ambarita, Gio Ambarita, Prando Tamba, dan Kwin kini menjadi simbol dari ketidakadilan yang harus segera dihentikan.

Peristiwa ini menampilkan wajah buruk dari mereka yang seharusnya melindungi rakyat. Aparat yang seharusnya menjaga ketertiban dan melindungi warga negara justru bertindak sebagai algojo tanpa hati nurani.

 Pertanyaan besar muncul: di mana letak kemanusiaan aparat penegak hukum? Apakah nyawa dan hak masyarakat adat begitu murah di mata mereka?

 Pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat Sihaporas adalah cermin dari ketidakadilan struktural yang terjadi di negeri ini. Negara seharusnya menjadi pelindung bagi masyarakat, bukan pelaku kekerasan.Tindakan Ini adalah penghinaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang kita junjung tinggi.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat dapat menjadi solusi untuk memberikan keadilan bagi masyarakat adat, RUU Masyarakat Adat akan memberikan payung hukum yang kuat bagi hak-hak masyarakat adat yang selama ini sering diabaikan. Ini adalah langkah konkret yang harus segera diwujudkan untuk melindungi mereka dari perlakuan tidak adil.

Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk segera menyelesaikan kasus ini dengan transparan dan menyeluruh. Pelaku kekerasan ini harus diadili dan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Tidak boleh ada kompromi atau perlindungan bagi mereka yang telah melakukan tindakan biadab ini. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Namun, menindak pelaku saja tidak cukup. Pemerintah harus mengatasi akar masalah yang menyebabkan kekerasan ini. Konflik agraria dan ketidakadilan yang dialami masyarakat adat sudah terlalu lama diabaikan. 

Tanah leluhur yang seharusnya menjadi sumber kehidupan bagi mereka sering kali dirampas dengan dalih pembangunan dan kepentingan ekonomi yang tidak berpihak pada keadilan sosial. Pemerintah harus berhenti menjadi alat kepentingan segelintir elit dan mulai berpihak pada rakyat kecil, termasuk masyarakat adat yang telah lama berjuang mempertahankan hak-hak mereka.

Solidaritas masyarakat sipil sangat diperlukan dalam perjuangan ini. LSM, akademisi, aktivis, dan masyarakat umum harus bersatu menyuarakan keadilan bagi masyarakat adat Sihaporas. Kita tidak boleh diam dalam menghadapi kekerasan dan ketidakadilan ini. 

Ketika hak-hak dasar masyarakat adat dilanggar, itu adalah ancaman bagi kita semua. Keberpihakan pada keadilan dan kemanusiaan adalah tanggung jawab kita bersama.

Kejadian tragis ini harus menjadi momentum untuk perubahan nyata. Reformasi dalam tubuh aparat penegak hukum harus segera dilakukan. 

Mekanisme perlindungan yang efektif untuk masyarakat adat harus ditegakkan. Dan yang terpenting, hak-hak masyarakat adat atas tanah dan kehidupan mereka harus dihormati dan dilindungi tanpa kompromi.

Brutalitas aparat terhadap masyarakat adat Sihaporas adalah cerminan dari wajah gelap ketidakadilan di negeri ini. Kita harus bersama-sama menuntut keadilan agar kejadian serupa tidak pernah terulang lagi. Keadilan bagi masyarakat adat Sihaporas adalah keadilan bagi kita semua.

*Penulis merupakan pengurus PMKRI Cabang Pematangsiantar dan Ketua Himapsika UHKBPNP