Beri Aku 300 T, Aku Siap untuk Dipenjara 6 Tahun

Oleh: Alberto Nainggolan*

Judul yang provokatif ini bukanlah sebuah guyonan, melainkan gambaran pahit dari realitas penegakan hukum di Indonesia.

Tulisan ini Merupakan kelanjutan dari artikel saya bertajuk "Apa Kabar Kasus Korupsi 300 Triliun?" (Punyahitablogspot, 19/07/2024), tulisan ini menganalisis lebih mendalam tentang ironi keadilan di negara yang mengklaim menjunjung tinggi hukum.

Mengapa takut berbuat korupsi? Lagipula, hukumannya hanya enam tahun - sebanding dengan mencuri beberapa ayam dari tetangga. Ini adalah sebuah paradoks yang mengolok-olok akal sehat: semakin besar jumlah uangnya, semakin ringan konsekuensi hukum yang diterima.

Dari skandal timah yang menyentak dunia hingga mega-kasus Rp300 triliun, pola ini berlangsung terus-menerus seperti lagu yang terulang di sistem peradilan kita.

Mengambil uang rakyat Rp300 triliun ? Nominal yang cukup untuk membangun 1000 rumah sakit modern atau 10.000 sekolah internasional.  

Tindak pidana  korupsi bos Timah tersebut, hanya dibalas dengan hukuman 6 tahun penjara. Yang lebih menyakitkan, dengan "pengurangan hukuman yang begitu mudah", para koruptor dapat kembali bebas bahkan sebelum keputusan pengadilan dilaksanakan.

Alasan untuk mengurangi hukuman sungguh lucu: "sopan selama pengadilan" dan "memiliki keluarga". Seakan-akan sikap santun di pengadilan dapat menghapus jejak pengkhianatan terhadap rakyat.

Bukankah pencuri ayam yang tertangkap juga punya keluarga? Kenapa mereka tidak mendapatkan "diskon" hukuman yang sama?

Di Indonesia, korupsi telah berkembang dari kejahatan luar biasa menjadi semacam "tradisi elit" yang dipahami. Para pelakunya mungkin sedang tertawa, menghitung hari-hari singkat di balik penjara dengan rencana untuk menikmati hasil curian triliunan rupiah setelah mereka bebas. Hukuman enam tahun? Itu hanya seperti liburan panjang dengan tempat tinggal gratis dari negara.

Sistem hukum kita telah kehilangan kekuatannya. Jika kerugian Rp300 triliun dianggap sepele, bagaimana dengan kasus-kasus "kecil" yang bernilai puluhan atau ratusan miliar? Apakah mereka akan menerima hukuman yang setara dengan mencuri sandal jepit?

Saatnya Indonesia menerapkan hukuman yang benar-benar memberikan efek jera:

- Penyitaan total semua aset koruptor dan keluarganya

- Pencabutan hak politik seumur hidup tanpa pengecualian

- Larangan seumur hidup untuk memegang jabatan publik dalam bentuk apa pun

- Hukuman penjara minimum 20 tahun tanpa pengurangan

- Kerja paksa untuk mengembalikan kerugian negara

Rp300 triliun bukan sekadar deretan angka. Itu adalah simbol dari air mata rakyat yang terpaksa hidup dalam kemiskinan. Itu adalah monumen dari mimpi-mimpi yang hancur akibat keserakahan sejumlah orang. Setiap rupiah yang dikorupsi adalah darah kehidupan bangsa yang dicuri.

Jika negara ini serius dalam memerangi korupsi, kita harus berhenti berpura-pura bahwa kesopanan di pengadilan lebih penting daripada keadilan bagi rakyat.

Berhentilah menganggap status keluarga pelaku korupsi lebih berharga daripada masa depan jutaan keluarga Indonesia.

Tradisi korupsi harus diakhiri dengan tradisi baru: hukuman maksimal tanpa kompromi. Karena pada akhirnya, sebuah bangsa yang membiarkan koruptornya hidup nyaman adalah bangsa yang telah memilih untuk mati perlahan.

*Penulis merupakan mahasiswa UHKBPNP dan Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Pematangsiantar Periode 2024-2026